Anak Buah Labora Disidang, Massa Duduki Pengadilan
Editor
Bobby Chandra
Selasa, 25 Februari 2014 03:26 WIB
TEMPO.CO, Sorong - Sidang kasus pembalakan liar dengan terdakwa Direktur PT Rotua, Imanuel Mamaribo, berlangsung ricuh pada Senin, 24 Februari 2014. Massa pendukung Immanuel menduduki Kantor Pengadilan Negeri Sorong, Papua Barat. PT Rotua merupakan perusahaan yang dikendalikan Brigadir Kepala Labora Sitorus.
Massa berjumlah sekitar ratusan orang itu merangsek dan berbuat anarkis dengan merusak kantor pengadilan dan gedung Kejaksaan Negeri Sorong. Akhirnya, majelis hakim membatalkan agenda sidang pemeriksaan saksi yang seharusnya berlangsung Senin, pukul 10.00 WIT.
Melihat kondisi yang tidak seimbang akhirnya Majelis Hakim membatalkan sidang, dan meminta JPU yang diwakili Mixel, SH dan Piter Low, SH untuk tidak melanjutkan sidang dan kembali membawa terdakwa, Imanuel dalam agenda sidang pemeriksaan saksi pada Kamis, 27 Februari.
Majelis Hakim yang diketuai Djalaludin, didampingi Cita Safitri, dan Helmin dalam jumpa persnya mengatakan, sidang pemeriksaan saksi ini terpaksa dibatalkan, mengingat kondisi massa yang bertindak anarkis. "Sementara aparat keamanan yang diturunkan dalam sidang kali ini tidak seimbang," kata Djalaludin.
Situasi Pengadilan Negeri Sorong pagi itu, ramai dengan massa yang hendak mengikuti jalannya sidang Imanuel Mamaribo. Namun, massa memprotes penetapan terdakwa Imanuel, yang menurut massa pendukungnya, baru menjabat sebagai kuasa Direktur PT Rotua mulai tanggal 23 Februari 2013 hingga sekarang.
Massa meuntut agar jaksa dan Pengadilan Negeri Sorong menyidangkan terdakwa Lulu Fani, mantan Direktur PT Rotua sebelum Imanuel. "Kami kecewa yang disidang dan dijadikan terdakwa hanya Imanuel sementara Lulu Fani hanya sebagai saksi dalam persidangan," kata salah seorang peserta demonstrasi.
Djalaludin mengatakan, pihaknya telah menjawab protes massa pendukung Imanuel Pengadilan hanya menyidangkan orang yang ada dalam dakwaan bukan orang yang tidak disebutkan dalam dakwaan jaksa . "Kami tidak bisa menyidangkan Lulu seperti permintaan massa, karena dalam dakwaan Lulu Fani statusnya hanya sebagai saksi" ujarnya.
Senin pekan lalu, majelis hakim Pengadilan Negeri Sorong, Papua Barat, menjatuhkan vonis dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta untuk Ajun Inspektur Satu Labora Sitorus. Polisi pemiliki rekening gendut ini didakwa menimbun bahan bakar minyak secara ilegal, membabat hutan secara ilegal, dan pidana pencucian uang.
Ketua majelis hakim, Martinus Bala, membebaskan Labora dari dakwaan tindak pidana pencucian uang. “Dakwaan yang terbukti adalah pembalakan liar di hutan dan penimbunan bahan bakar minyak,” kata Martinus di Pengadilan Negeri Sorong, Papua Barat, Senin, 17 Februari 2014.
Vonis ini jauh lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta hakim menghukum Labora dengan 15 tahun penjara, dan denda Rp 100 juta subsider 10 tahun penjara. Sidang putusan ini molor selama 1,5 jam dari jadwal pukul 10.00 WIT.
HANING TYAS