Imigran gelap asal Myanmar, dan Bangladesh yang ditangkap di perairan Tual Maluku, tiba di pelabuhan Soekarno Hatta, Makassar, (20/7). 95 imigran yang akan ke Australia ini diamankan di rumah detensi Imigran Bollangi Makassar. TEMPO/Iqbal Lubis
TEMPO.CO, Kupang- Pemerhati masalah Laut Timor Ferdi Tanoni berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menolak tawaran Perdana Mentri (PM) Australia, Tony Abbott, untuk memulai lagi kerja sama kedua negara dalam mencegah masuknya manusia perahu ke Australia. "Kami berharap Presiden SBY tidak menyetujui kerja sama itu. Karena masalah penyadapan dan pencemaran Laut Timor belum terselesaikan," kata Ferdi Tanoni, Senin, 16 Desember 2013.
Sebelumnya, Tony Abbott dalam sebuah keterangan persnya di Australia bertepatan dengan 100 hari masa kerjanya menyatakan, sudah saatnya Indonesia melanjutkan lagi kerja sama dengan Australia untuk menghentikan arus manusia perahu pencari suaka ke Australia. Kerja sama kedua negara sempat terhenti setelah merebaknya skandal penyadapan yang dilakukan Australia terhadap Presiden SBY dan Ibu Negara Ani Yudhoyono. Pemerintah Indonesia menghentikan kerja sama di beberapa sektor strategis dengan Australia, antara lain bidang militer dan operasi penyelundupan manusia.
Menurut Ferdi, semestinya Presiden SBY menolak tawaran kerja sama Australia itu. Apalagi, hingga kini Australia belum bersedia melakukan perundingan kembali atas seluruh batas perairan di Laut Timor dan Arafura secara trilateral bersama Timor Leste. "Sebuah penetapan batas perairan di Laut Timor dan Arafura yang baru dan permanen haruslah merujuk dan menggunakan prinsip internasional median line atau garis tengah, bukan atas dasar kehendak salah satu negara seperti yang dilakukan Australia saat ini," katanya.