Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menyampaikan posisi Indonesia dalam pidato di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa, New York, Jumat (27/9). Dok Fasmed Kemlu RI
"Ini (pemulangan Dubes) adalah bentuk hubungan yang tidak baik antara Indonesia dan Australia," kata Marty kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Senin, 18 November 2013.
Marty pun mengisyaratkan bahwa Duta Besar Nadjib Riphat bakal lama di Indonesia. Sebab, saat disinggung batas waktu pengembalian Dubes Nadjib Riphat ke Australia, Marty tak mau menjawab.
Dia malahan mengaku meminta Nadjib untuk tak sekadar membawa tas kecil saat pulang ke Jakarta. Saat dikonfirmasi maksud pernyataannya, dia hanya tersenyum.
Menurut Marty, pemulangan Dubes ini merupakan langkah tepat yang dilakukan pemerintah. Dia yakin pemulangan Dubes mampu menjaga posisi Indonesia tetap di atas Australia dalam isu penyadapan ini.
"Sebab, kita (Indonesia) kan korbannya, Australia-lah yang punya kewajiban untuk jelaskan kepada kita (Indonesia)," kata dia.
Namun, saat disinggung tentang pemutusan hubungan diplomatik dengan Australia, Marty membantahnya. Menurut dia, pemutusan hubungan diplomatik ini merupakan keputusan yang gegabah. "Dalam menanggapi masalah ini, pemerintah harus teliti dan terukur," kata dia.
Kabar tentang penyadapan Australia terhadap Indonesia pertama kali dimuat harian Sydney Morning Herald pada 31 Oktober 2013. Harian itu memberitakan keberadaan dan penggunaan fasilitas penyadapan di Kedutaan Australia di Jakarta dan negara-negara lain.
Terakhir, dari lansiran media berita Australia, penyadapan dilakukan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama 15 hari pada Agustus 2009. Selain Presiden SBY, penyadapan dilakukan terhadap Ibu Negara Ani Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono, dan sejumlah menteri.