Sejumlah TKI Overstayers saat beristirahat di kamar penampungan di Tarhil Shumaisi, Jeddah (4/11). Istimewa/Konjen RI Jeddah
TEMPO.CO, Kajen--Demi menafkahi orangtuanya yang sudah renta dan kedua anaknya, Herlina memberanikan diri mengadu nasib jadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi. Namun, setelah kontrak kerjanya habis sejak dua tahun lalu, perempuan 47 tahun itu belum juga bisa pulang ke tanah kelahirannya di Desa Tegaldowo, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan.
"Mbak Herlina kerja di sana sebagai pembantu rumah tangga (PRT)," kata Tedy, salah seorang keluarga dekatnya saat dihubungi Tempo, Kamis, 7 November 2013. Tedy mengatakan, Herlina menjadi TKI melalui salah satu perusahaan jasa TKI (PJTKI) di wilayah Kota Pekalongan. Janda cerai itu meninggalkan dua anaknya, Bahrul dan Nur Fitriana, sejak sekitar 2010.
Sebagai TKI legal, Herlina semula bekerja di sebuah rumah tangga di Jeddah, kota metropolitan di Arab. Tidak betah dengan perlakuan yang tidak mengenakkan dari sang majikan, ia memutuskan kabur meski belum genap setahun bekerja. Sedangkan masa kontraknya selama dua tahun. Lantaran kabur, semua surat dan dokumennya masih di tangan majikannya.
Sejak itu Herlina memulai petualangannya sebagai TKI ilegal. Dengan sisa uangnya, ibu dua anak itu mencoba peruntungan di Riyadh. Beruntung, di ibukota Arab Saudi itu, ia menemukan majikan baru yang perangainya jauh lebih baik. "Sampai saat ini Mbak Herlina masih rutin mengirim uang," kata Tedy. Herlina juga terkadang menghubungi keluarganya di kampung halaman.