Pemerintah Harus Jamin Hak Pekerja Anak
Editor
Evieta Fadjar Pusporini
Selasa, 23 Juli 2013 09:18 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam memperingati Hari Anak Nasional pada 23 Juli ini, pemerintah diminta lebih serius melindungi hak-hak pekerja anak. "Mayoritas pekerja anak dalam kondisi buruk, cenderung diperlakukan sama dengan pekerja dewasa dan tak mendapat hak-hak seharusnya," kata Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait.
Menurut Arist, saat ini masih banyak pekerja anak yang bekerja dalam situasi buruk. Jumlahnya mencapai 1,7 juta. Mereka misalnya bekerja sebagai pembantu rumah tangga, pekerja tambang, dan pekerja di pabrik yang rentan terpapar bahan kimia.
Tingginya angka pekerja anak ini dibarengi pula dengan meningkatnya jumlah anak telantar dan anak jalanan. Komnas mencatat saat ini jumlah anak telantar mencapai 6,1 juta. Pada 2010 jumlahnya hanya mencapai 4,5 juta.
Penambahan anak telantar ini justru berbanding terbalik dengan kemampuan pemerintah menekan angka kemiskinan dari tahun ke tahun. "Ini bukti pemerintah tak punya perhatian serius terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan anak. Pemerintah gagal mengontrol dan mengawasi anak jalanan," katanya.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Maria Ulfah Anshor, mengatakan saat ini Komisi mencatat jumlah pekerja anak lebih dari 4 juta. Jumlah yang besar ini masih harus mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Maria menyatakan selama ini perlindungan terhadap pekerja anak seperti tertuang dalam Undang-Undang Tenaga Kerja dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dalam aturan ini, dengan tegas disebut anak yang karena faktor sosial harus tetap mendapat hak untuk bersekolah dan bersosialisasi dengan rekan sebaya. Waktu kerja mereka hanya boleh tiga-empat jam sehari. "Faktanya masih banyak perusahaan yang memperlakukan pekerja anak seperti pekerja dewasa."
Maria berharap pemerintah bisa lebih meningkatkan kontrol dan evaluasi berkala pada perusahaan-perusahaan yang masih memperkerjakan anak. Pemerintah juga harus memberi sanksi tegas pada perusahaan dan sektor informal yang cenderung eksploitatif pada pekerja anak.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar, mengatakan saat ini telah melakukan berbagai langkah untuk melindungi hak anak. Kementerian sudah berkoordinasi dan berhasil meminta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi membuat aturan yang melarang anak dilibatkan dalam pekerjaan berat.
Kementerian juga telah melakukan inisiasi terbentuknya Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia. Asosiasi ini terdiri dari sejumlah perusahaan yang membuat kampanye agar perusahaan tak lagi mempekerjakan anak.
Namun, diakui Linda, saat ini asosiasi belum maksimal karena baru diisi oleh perusahaan-perusahaan besar. Padahal, pekerja anak banyak terdapat pada perusahaan kecil dan mikro. "Makanya kami akan jaring sebanyak mungkin perusahaan untuk bergabung terutama perusahaan kecil, menengah dan mikro, agar pemahaman dan perlindungan terhadap pekerja anak semakin kuat."
Linda juga mengatakan, Kementerian terus berkoordinasi dengan penegak hukum agar tegas bila menemukan adanya laporan eksploitasi terhadap pekerja anak.
Masyarakat pun, terutama pengurus RT dan RW, juga diminta lebih kooperatif melapor dan mengawasi keadaan sekitar, khususnya terhadap perusahaan di lingkungan setempat yang masih mempekerjakan anak.
IRA GUSLINA SUFA