Terdakwa kasus suap Wisma Atlet, M Nazaruddin masih sanggup tertawa usai mendengar pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan, Senin (2/4). ANTARA/Fanny Octavianus
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan menyatakan Kejaksaan Agung dan Kepolisian harus menjelaskan pada publik ihwal mangkraknya penanganan sejumlah kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin.
"Jelaskan proses penanganan kasusnya. Supaya tidak muncul kecurigaan publik," kata Ade di Jakarta, Selasa, 1 Juli 2013.
Jika Kejaksaan atau kepolisian kesulitan menangani kasus tersebut kedua institusi bisa menggandeng penegak hukum lain, seperti KPK. Jika ada masalah lain, apalagi yang terkait dengan politik, ICW yakin publik pasti ingin ikut mendorong atau membantu institusi tadi. "Sekarang yang penting penjelasan dua institusi tadi," kata Ade.
Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Agung berbagi tugas dalam mengusut kasus lain yang melibatkan Nazaruddin. Kasus itu terkait dengan Kementerian Pendidikan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Agama. Belakangan muncul masalah karena pembagian kasus yang tak jelas sehingga KPK harus menghentikan penyelidikan sejumlah kasus dan meyerahkannya ke Kejaksaan.
Pada kasus Kementerian Pendidikan, Kejaksaan sudah menetapkan Fakhruddin Arbah, Pembantu Rektor III Universitas Negeri Jakarta dan Tri Mulyono, dosen Fakultas Teknik di universitas tersebut sebagai tersangka. Mereka diduga korupsi pengadaan alat laboratorium UNJ senilai Rp 17 miliar yang kini sudah duduk di kursi pesakitan.
Adapun korupsi pesawat latih dan dua simulator di Badan Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug, Kejaksaan menetapkan tiga tersangka, yakni Direktur PT Pasific Putra Metropolitan, Bayu Wijokongko; Kepala Bagian Administrasi STPI, Arwan Aruchyat; dan buahnya Drs.I.G.K. Rai Darmaja.