Suasana bangunan dikawasan proyek Pusat Pendidikan, Pengembangan, dan Sekolah Olah Raga Nasional, Hambalang, Bogor, (30/5). Menpora memerintahkan penghentian sementara proyek pembangunan pusat olahraga senilai Rp1,2 triliun khususnya di lokasi amblesnya gedung tersebut. Tempo/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Olahraga Dewan Perwakilan Rakyat kembali membahas anggaran pembangun pusat olahraga terpadu Hambalang, di Bogor, Jawa Barat. Dalam tahun anggaran sebelumnya, alokasi untuk Hambalang diblokir lantaran proyek bernilai Rp 2,5 triliun itu tengah disidik Komisi Pemberantasan Korupsi.
Anggota Komisi Olahraga dari Golkar, Zulfadhli mengatakan rapat rencananya akan dimulai pukul 10.00 WIB pagi ini. "Rapat antara panitia kerja (panja) Hambalang dengan sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga," kata dia, Senin, 24 Juni 2013.
Menurut Zul, secara keseluruhan agenda rapat adalah membahas anggaran Hambalang yang diusulkan Kemenpora dan masuk dalam alokasi anggaran tahun 2014. Selain dengan Sesmenpora, rapat juga akan menghadirkan Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum.
Panja akan meminta penjelasan Dirjen Cipta Karya mengenai hasil kajian studi kelayakan proyek Hambalang. "Kami akan untuk menyesuaikan tindak lanjut pembangunan Hambalang."
Hasil audit dari Kementerian PU menjadi salah satu dasar komisi menyetujui anggaran Hambalang. Sebab, proyek ini mengalami kerusakan di beberapa bagian seperti roboh dan ambles tahun lalu. Diduga karena kontur dan topografi tanah yang tak sesuai dengan pembangunan gedung bertingkat seperti proyek Hambalang.
Kajian PU juga akan menjadi dasar penghitungan untuk pembangunan konstruksi Hambalang. Apakah akan dibangun ulang dengan konstruksi baru atau hanya dengan sejumlah penyesuaian.
Sebelumnya, pembangunan proyek Hambalang ini sudah menyeret sejumlah pejabat sebagai tersangka. Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng ditetapkan sebagai tersangka sejak Desember tahun lalu. Selain dia, KPK juga telah menetapkan tersangka lain, yakni pejabat pembuat komitmen Dedi Kusdinar, dan petinggi PT Adhi Karya Teuku Bagus. Bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum juga menjadi tersangka, namun dalam kasus dugaan menerima gratifikasi dalam proyek tersebut.