TEMPO.CO, Malang - Tunggakan pajak bumi dan bangunan (PBB) di Kota Malang, Jawa Timur, hingga Desember 2012 mencapai Rp 40 miliar. Menurut Kepala Dinas Pendapatan, Mardioko, jumlah tunggakan tersebut merupakan akumulasi sejak tahun 2000.
Menurut Mardioko, besarnya tunggakan PBB karena banyak pengusaha wajib pajak yang kolaps. Mereka memang tetap berniat melunasi PBB, namun meminta keringanan berupa penghapusan denda atau sanksi administratif lainnya. Denda keterlambatan bayar PBB sebesar 2 persen dari nominal pajak tertunggak atau maksimal 24 persen setahun.
”Kami akan terus menagih tunggakan tersebut. Soal penghapusan denda, belum ada payung hukumnya dalam peraturan daerah maupun peraturan wali kota,” kata Mardioko, Senin, 25 Februari 2013.
Mardioko mengatakan akan mengusulkan kepada wali kota agar mengeluarkan peraturan yang memberi fasilitas pembebasan sanksi administratif bagi wajib pajak yang menunggak. Namun, fasilitas tersebut hanya berlaku bagi wajib pajak yang usahanya benar-benar tutup.
Upaya lain, kata Mardioko, Dinas Pendapatan akan melakukan verifikasi agar jumlah piutang akurat. Sebab, ada perbedaan masa kedaluwarsa PBB antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Pemerintah Kota Malang. DJP mematok masa kedaluwarsa 10 tahun lebih, sedangkan Pemerintah Kota Malang membatasi lima tahun dengan mengacu peraturan daerah tentang PBB.
Dinas Pendapatan sudah menyurati Kementerian Keuangan agar tunggakan PBB yang sudah melebihi lima tahun dihapus karena wajib pajaknya tidak jelas dan obyek pajaknya sudah tidak beroperasi.
Masalah lain, masih ditemukan duplikasi penetapan PBB. Satu obyek pajak bisa ditetapkan dua kali. Mardioko mencontohkan, obyek PBB yang sertifikatnya sudah dipecah dan surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT)-nya sudah keluar, ternyata SPPT untuk sertifikat induknya masih tetap keluar.
Selain itu, banyak obyek PBB berupa fasilitas sosial yang dikeluarkan SPPT-nya, meski sebenarnya bukan obyek pajak.