Pekerja melyani pembeli tiket pesawat di agen perjalanan Mega Holiday di Gambir, Jakarta, Selasa 27 Desember 2011. Menjelang tahun baru 2012 sebagian tiket pesawat dengan tujuan wisata telah habis terjual di tempat tersebut karena banyaknya warga yang ingin berlibur di ahir tahun. Tempo/Wisnu Agung Prasetyo
Ketua Association of Indonesian Tour and Travel Agencies (Asita) Surakarta, Suharto mengatakan, angka tersebut tergolong besar untuk biro wisata. Dia mengatakan, hingga kini belum ada kepastian apakah uang tersebut akan dikembalikan.
Dia meminta pemerintah mengutamakan pengembalian uang milik biro wisata. "Bagi kami, uang Rp 121 juta sangat besar. Terlebih itu uang milik kami yang dititipkan sebagai deposit di Batavia," ujarnya, Rabu, 20 Februari 2013.
Mengingat minimnya perlindungan kepada pelaku usaha kecil, dia memutuskan mengadu ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta untuk menuntut pengembalian deposit. "Kami sudah menyampaikan laporan resmi pada Senin (18/2)," katanya.
Selain itu, biro wisata sudah mengirimkan surat kepada kurator Batavia di Jakarta. Intinya meminta kurator memasukkan biro wisata sebagai pihak pemberi utang dan mendapat prioritas pengembalian uang. "Kami berharap BPSK bisa menjembatani kami dengan kurator Batavia," ujarnya.
Sementara itu Ketua BPSK Surakarta Bambang Ary mengatakan peluang biro wisata untuk mendapat pengembalian uang deposit terbuka jika berhasil masuk dalam daftar piutang di kurator Batavia. Sebab dengan begitu Batavia wajib mengembalikan uang deposit tersebut.
"Sehingga kami minta biro wisata melampirkan berkas bahwa sudah masuk daftar piutang di kurator Batavia," ucapnya. Dia menilai jika uang deposit bisa kembali, dapat menjadi yurisprudensi kasus serupa.
Bahkan untuk kasus yang sudah lama terjadi, seperti Mandala yang berhenti beroperasi. "Nantinya perusahaan yang kini mengelola Mandala, bisa diminta bertanggung jawab untuk melunasi utang Mandala ke biro wisata," katanya.