TEMPO Interaktif, Jakarta:Pemerintah telah mengirimkan tim ahli teknologi informasi ke Myanmar. Tim ini bertugas menyelidiki masalah teknis tentang penyadapan telepon yang terjadi di Kedutaan Besar Indonesia di Myanmar. Pengiriman tim dilakukan setelah ada bantahan dari pemerintah Myanmar mengenai penyadapan telepon di KBRI beberapa waktu yang lalu. Menteri Luar Negeri Hassan Wirajudha mengatakan kerugian dari penyadapan di KBRI berupa kebocoran informasi. "Dalam dunia diplomatik harus siaga beroperasi di wilayah orang lain," katanya di Pandeglang, Rabu (14/7). Dalam kehidupan diplomatik luar negeri banyak program rahasia yang harus dibenahi. Selain itu pejabat Indonesia harus dianjurkan untuk tidak sembarangan bicara melalui alat komunikasi.Penyadapan KBRI ditemukan pada gelombang telepon pada 5 megahertz juga pada level 2,9 atau 3 megahertz. Sebetulnya menurut Hassan, penyadapan di Myanmar baru terjadi. Departemen Luar Negeri sudah memanggil duta besar Myanmar untuk menyampaikan protes Indonesia. Selain itu dubes Myanmar menyampaikan keprihatinnya yang mendalam atas dukungan diplomatik kedua negara. "Bahwa antar terjadi antara sesama anggota ASEAN merupakan tindakan yang notabebe, melanggar konfrensi Wina tahun 1962," katanya.Mengenai hubungan diplomatik terdapat etika bahwa kantor kedutaan besar suatu negara dan segala fasilitasnya tidak boleh diganggu. Selanjutnya Hassan meminta kepada pemerintah Myanmar untuk mengambil tindakan korektif. Permintaan ini disampaikannya kepada duta besar Myanmar yang akan dibicarakan lebih lanjut. "Ini soal keluhan Indonesia," ujarnya. Hassan mengatakan indikasi kuat penyadapan mudah untuk dikembalikan seperti dalam keadaaan semula. Artinya pemerintah Mynmar dapat membalikkan tuduhan adanya indikasi penyadapan. Hal ini dikarenakan tinggal mencapai alat komunikasi yang pada akhirnya tidak bisa dibuktikan. "Akan bisa dikatakan tidak," ujarnya.Penjelasan Myanmar mengenai bantahan dilatar belakangi oleh fasilitas telepon yang sama sejak perang dunia kedua sampai sekarang. Salah satu negara ASEAN itu masih menggunakan teknologi informasi yang sama. Sistem telepon di Myanmar masih berlaku sejak perang dunia kedua, karena itu bisa dari sistem kabel yang tidak menampilkan gelombang yang tidak normal.