SBY-O'Neill Rundingkan Pemulangan Joko Tjandra
Editor
Bobby Chandra
Jumat, 9 November 2012 16:38 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengatakan upaya pemulangan buron kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Joko Soegiarto Tjandra, mengalami kemajuan lagi. Ini ditandai dengan agenda pertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Papua Nugini Peter O'Neill dalam agenda Bali Democracy Forum, di Nusa Dua, Bali, pada 8-9 November 2012.
"Pak Presiden akan bahas dengan Perdana Menteri Papua Nugini soal pemulangan Joko," kata Wakil Jaksa Agung RI, Darmono, di Kejaksaan Agung, Jumat, 9 November 2012. Darmono tak tahu secara detail pertemuan dua pemimpin pemerintahan dua negara berjiran ini. Yang jelas, ini membuktikan Papua Nugini berniat baik memulangkan bekas bos Bank Bali itu.
Sementara itu, juru bicara Kepresidenan, Julian Aldrian Pasha, membenarkan agenda pertemuan SBY dengan Perdana Menteri Peter O'Neill. Namun Julian membantah adanya pembicaraan pemulangan Joko Tjandra. "Tidak ada pembicaraan mengenai BLBI. Tentang beberapa hal ya, tapi bukan BLBI," kata Julian melalui pesan singkat kepada Tempo.
Sebelumnya, Kejaksaan mengaku mendapat kabar yang menyatakan bahwa Papua Nugini mempertanyakan pemberian status kewarganegaraan kepada Joko. Informasi itu diterima Kejaksaan usai berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia beberapa waktu lalu. Kejaksaan menilai kemungkinan pembatalan status kewarganegaraan Joko terbuka lebar. Sehingga upaya pemulangan Joko semakin mudah.
Berdasarkan penelusuran Tempo, Joko memiliki bisnis di bawah payung Naima Agro Industries Limited. Di perusahaan yang berlokasi di Bereina, sekitar 160 kilometer dari Port Moresby, itu, Joko menanamkan investasi US$ 2 miliar atau sekitar Rp 18 triliun.
Joko jadi buron dalam kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp 904 miliar, yang ditangani Kejaksaan Agung. Pada 29 September 1999-Agustus 2000, Kejaksaan pernah menahan Joko. Tapi hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatan itu bukan pidana, melainkan perdata.
Pada Oktober 2008, Kejaksaan mengajukan peninjauan kembali kasus Joko ke Mahkamah Agung dan diterima. Tapi, sebelum dijebloskan ke bui, Joko kabur dari Indonesia ke Port Moresby pada 10 Juni 2009, sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkaranya. Jika masih di Indonesia, Joko seharusnya dibui dua tahun dan membayar denda Rp 15 juta.
INDRA WIJAYA
Berita lain:
Wayan Koster: Bayu Bohong Besar
Saingi Rieke-Teten, Golkar Siap Gandeng PPP
Teten Masduki Mundur dari TI-Indonesia
Para Penggiring Proyek Kementerian Agama
Di Pilkada Jabar, PDIP Emoh Koalisi