TEMPO.CO , Gowa - Ibrahim, 48 tahun, bersama dengan saudaranya, Basir, 42 tahun, harus duduk di kursi pesakitan di Pengadilan Negeri Sungguminasa, Gowa karena dituduh merusak 7 batang rumput gajah di Desa Bolaromang, Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa.
Jaksa menuntut mereka dengan pasal 170 KUHP yang berisi tentang tindakan perusakan terhadap barang secara bersama-sama. Keduanya dituntut dengan hukuman 1 tahun penjara.
Menurut Ketua Majelis Hakim Djulita Tandi Massora, tuduhan yang disangkakan kepada Ibrahim dan Basir tidak tepat. "Pada saat itu Ibrahim tidak berada di tempat kejadian dan Basir tidak terbukti melakukan pencabutan rumput," kata Djulita saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Sungguminasa, Kamis 11 Oktober 2012. Djulita menambahkan, Basir hanya memindahkan rumput ke tepi kebun.
Atas putusan bebas itu, hakim memerintahkan supaya Ibrahim dan Basir dibebaskan dari Rumah Tahanan Gunung Sari Makassar. Nama baiknya keduanya juga dipulihkan.
Kasus perusakan ini bergulir sejak Mei lalu. Berawal dari laporan Marsuki bin Sakka atas tuduhan perusakan tujuh batang rumput gajah miliknya di sebuah lokasi pertanian di Desa Bolaromang. Akibatnya, Ibrahim dan Basir mendekam dua bulan lebih di dalam tahanan.
Bamsoet Tegaskan Pentingnya Yurisprudensi dalam Sistem Hukum Indonesia
18 November 2023
Bamsoet Tegaskan Pentingnya Yurisprudensi dalam Sistem Hukum Indonesia
Bambang Soesatyo menekankan bahwa walaupun penegakan hukum di Indonesia berorientasi kepada undang-undang (codified law), keberadaan yurisprudensi tetap bisa dijalankan.
Benarkah hukum itu netral? Sebagaimana wacana kebudayaan, dan hukum itu bagian dari kebudayaan, meskipun dapat diterapkan suatu prasangka baik bagi segenap praktisi hukum, posisi manusia sebagai subyek sosial membuatnya berada di dalam-dan tidak akan bebas dari-konstruksi budaya yang telah membentuknya. Meski pasal-pasal hukum ternalarkan sebagai adil, konstruksi wacana sang hamba hukumlah yang akan menentukan penafsirannya.
Saat ini terdapat lebih dari 40 ribu peraturan perundang-undangan di Indonesia. Untuk peraturan daerah saja, sejak Reformasi hingga 2015 telah diproduksi lebih dari 3.000 peraturan daerah provinsi dan lebih dari 25 ribu peraturan daerah kabupaten/kota. Tapi banyak di antaranya yang tumpang-tindih, tidak berdaya guna, dan sebagian justru menghambat pelaksanaan pembangunan. Sejak otonomi daerah diberlakukan, muncul ribuan peraturan daerah yang justru bermasalah.
Tak mengherankan, pada Reformasi Hukum Tahap I (Juni 2016), pemerintah mengimbau agar lebih dari 3.000 peraturan daerah dibatalkan. Penyebabnya, banyak regulasi yang multitafsir, berpotensi menimbulkan konflik, tumpang-tindih, tidak sesuai asas, lemah dalam implementasi, tidak ada dasar hukumnya, tidak ada aturan pelaksanaannya, dan menambah beban, baik terhadap kelompok sasaran maupun yang terkena dampak regulasi. Kualitas regulasi yang buruk bisa berdampak ketidakpastian hukum, inefisiensi anggaran, kinerja penyelenggara negara yang rendah, daya saing ekonomi rendah, minat investasi menurun, dan menimbulkan beban baru bagi masyarakat dan pemerintah.
Mantan Ketua MK: Harapan 2017, Pengadilan Independen
12 Januari 2017
Mantan Ketua MK: Harapan 2017, Pengadilan Independen
Sebagai benteng terakhir keadilan, pengadilan harus tetap memiliki independensi dan integritas tinggi serta menjadi tumpuan masyarakat pencari keadilan.