Oknum TNI Penyelundup Imigran Merasa Dikorbankan
Editor
Abdul Djalil Hakim.
Rabu, 19 September 2012 18:53 WIB
TEMPO.CO, Madiun - Sidang lanjutan lima oknum Tentara Nasional Indonesia Angakatan Darat (TNI-AD), terdakwa kasus penyelundupan imigran, kembali digelar di Pengadilan Militer III-13 Madiun, Rabu, 19 September 2012.
Mereka adalah Sersan Dua Ilmun Abdul Said, Sersan Dua Kornelius Nama, Kopral Kepala Karyadi, Pembantu Letnan Satu Susiali, dan Sersan Kepala Khoirul Anam.
Ilmun terakhir kali bertugas sebagai Bintara Pembina Desa (Babinsa) Komando Rayon Militer (Koramil) Sokobanah, Sampang, dan Kornelius bertugas sebagai Babinsa Koramil Bluto, Sumenep. Sedangkan Karyadi, Susiali, dan Khoirul bertugas di Koramil Besuki, Tulungagung.
Kelima oknum TNI AD berpangkat bintara tersebut terlibat penyelundupan ratusan imigran gelap Timur Tengah ke Australia melalui sejumlah perairan di Jawa Timur termasuk penyelundupan di Pantai Popoh, Tulungagung, 17 Desember 2011. Penyelundupan tersebut terungkap setelah kapal yang ditumpanginya tenggelam di perairan Prigi, Trenggalek.
Ilmun beperan sebagai koordinator lapangan dan pembagi dana. Sedangkan Kornelius dan kawan-kawan bertugas menyiapkan transportasi imigran gelap saat di Pantai Popoh, sebelum berlayar ke Australia.
Berkas perkara Ilmun dan Kornelius dan kawan-kawan diajukan secara terpisah. Agenda sidang Ilmun hari ini adalah pembelaan dan tanggapan Oditur Militer. Sedangkan sidang Kornelius dan kawan-kawan tahap pemeriksaan saksi dan terdakwa.
Usai sidang Kornelius mengaku dirinya dikorbankan. “Ada rangkaian sindikat sampai Jakarta, tapi tokoh-tokoh utamanya tidak pernah diusut,” kata lelaki kelahiran Maluku Utara itu.
Kornelius bahkan menuding aparat kepolisian dan imigrasi ikut terlibat. ”Kenapa mereka (imigran gelap) bisa lolos dari karantina, padahal di situ diawasi polisi dan petugas imigrasi,” ujarnya. Namun Kornelius tidak merinci penjelasannya, termasuk karantina yang dimaksud berada di mana dan kapan para imigran diloloskan.
Dalam beberapa kali persidangan, Ilmun dan Kornelius mengaku berkomunikasi melalui telepon melalui perantara dengan tokoh penting di atas mereka. Namun keduanya tidak mengetahui secara persis siapa saja tokoh penting tersebut karena belum pernah bertemu muka.
Kornelius sempat menyebut nama Sayeed Abbas, warga negara asing yang menurutnya otak penyelundupan. Menurut Kornelius, Sayeed Abbas sudah diadili dalam kasus serupa.
Nama Sayeed Abbas juga disebut dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) salah satu imigran asal Iran, Mohamad Hadi Parivash. Hadi bertemu Sayeed di Jakarta dan menawari hijrah ke Australia. Waktu itu Hadi membayar uang tunai US$50 ribu atau setara Rp 450 juta untuk biaya dirinya dan enam orang anggota keluarganya untuk perjalanan mulai Jakarta hingga berlayar ke Australia melalui Pantai Popoh, Tulungagung.
Adapun Ilmun sempat menyebut nama kakak kandungnya, Aziz Abdul Said, warga sipil asal Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). “Saya mendapat order dari kakak saya dan katanya ini (imigran) wisatawan asing,” kata Ilmun.
Ilmun sempat berkomunikasi dengan dua anggota jaringan sindikat di Jakarta melalui telepon atas perantaraan Aziz. ”Saya dikasi nomor teleponnya oleh kakak saya,” ucapnya.
Dua orang itu adalah Amin Rumangkur yang disebut-sebut bertugas sebagai anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) dan warga sipil, Asep alias Ciprut. “Aparat sempat mencari Aziz tapi belum ketemu,” kata Kepala Oditur Militer Madiun Upang Juwaeni.
Dalam pembelaannya yang disampaikan dalam sidang hari ini, penasihat hukum Ilmun, Kapten Juremi, menilai Ilmun bukanlah otak dari penyelundupan. ”Terdakwa tidak bisa disebut sebagai otaknya karena hanya ikut serta membantu,” katanya.
Perbuatan terdakwa menurutnya juga tidak memenuhi unsur pidana pasal 120 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Perbuatan dikategorikan menyelundupkan menurutnya jika sudah memasuki perairan negara lain. Sedangkan para imigran masih berada di wilayah perairan Indonesia dan belum masuk Australia.
Juremi juga memohon agar terdakwa tidak dipecat dari dinas militer karena menjadi tulang punggung keluarga dan tidak pernah terlibat kasus hukum sebelumnya.
Sebaliknya, saat menanggapi pembelaan penasesihat hukum Ilmun, Oditur menilai perbuatan terdakwa memenuhi unsur pidana dalam pasal yang didakwakan. ”Dalam pasal 120 ayat 1 disebutkan seseorang bisa dijerat perbuatan menyelundupkan manusia baik terlibat langsung maupun tidak langsung,” ujar Upang menjelaskan.
Sebelumnya Oditur menuntut Ilmun dengan pidana penjara delapan tahun dan denda Rp 100 juta subsider dua bulan pidana kurungan serta dipecat dari dinas militer.
Sidang lanjutan akan digelar Senin, 24 September 2012, dengan agenda putusan bagi terdakwa Ilmun dan pemeriksaan saksi ahli bagi teradakwa Kornelius dan kawan-kawan.
ISHOMUDDIN
Berita terpopuler lainnya:
Produser Film Anti Islam Juga Tipu Aktivis Kristen
Dalam Sebulan, Ada 2 Juta Mention untuk Jokowi
Ahok Minta Maaf Pada Orang Tegal
Jokowi Boyong Keluarga ke Jakarta
Ada ''Made In Indonesia'' di Negeri Obama
Kereta Emas Ratu Belanda Dikecam