Kejaksaan Agung Diminta Lakukan PK Kasus Munir
Editor
Grace gandhi
Jumat, 7 September 2012 09:52 WIB
TEMPO.CO, Malang - Kejaksaan Agung diminta melakukan peninjauan kembali (PK) pada kasus pembunuhan pejuang hak asasi manusia, Munir Said Thalib, terkait bebasnya bekas Deputi V Bidang Penggalangan Badan Intelijen Negara (BIN), Muchdi Purwoprandjono.
Permintaan itu disampaikan Suciwati, istri Munir, di Desa Sidomulyo, Kecamatan Batu, Kota Batu, Jawa Timur, pada Rabu malam, 5 September 2012.
Menurut Suciwati, penegakan hukum lewat PK harus dilakukan untuk memperbaiki citra Indonesia di mata internasional sebagai surga bagi para pelaku pelanggaran HAM dan koruptor.
"Ini bukan soal dendam, tapi demi sejarah dan masa depan negara ini agar menjadi lebih baik untuk diwariskan ke anak-cucu kita," kata Suci.
Kejaksaan Agung punya alasan dan bukti kuat untuk melakukan PK berupa dua novum atau bukti baru yang sudah disampaikan Komite Aksi Solidaritas Munir (Kasum) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pada pertengahan Mei lalu.
Pertama, Muchdi diputus bebas oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Desember 2008 setelah beralibi sedang berada di Malaysia saat Munir meninggal. Sebelumnya, pada Selasa, 2 Desember 2008, jaksa penuntut umum menuntut Muchdi dengan hukuman 15 tahun penjara karena melanggar Pasal 15 ayat 1 ke 2 juncto Pasal 340 KUHP dan Pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto Pasal 340 KUHP.
Sebagai bukti alibi, kuasa hukum Muchdi menunjukkan paspor hijau yang dipakai Muchdi selama berada di Malaysia sepanjang 6-12 September 2006. Padahal, bila dalam rangka dinas, Muchdi seharusnya menggunakan paspor biru. Alibi Muchdi pun gugur setelah BIN mengatakan tak memerintahkan Muchdi ke Malaysia selama sepekan dari 6 sampai 12 September 2006.
Kedua, bukti rekaman percakapan antara Muchdi dan Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot yang memasukkan racun ke makanan Munir dalam penerbangan dari Jakarta ke Amsterdam, Belanda, pada 7 September 2004 dengan pesawat Garuda. Bukti rekaman didapat setelah Kasum menggugat BIN ke Komisi Informasi Publik.
Sebenarnya, kata Suciwati, masih banyak bukti yang bisa dibawa ke pengadilan. Namun, jaksa penuntut umum waktu itu, Cyrus Sinaga, tak membawanya. "Ke mana bukti-bukti itu sampai Muchdi lolos?"
Lolosnya Muchdi dan masih ada beberapa orang BIN yang belum "disentuh" aparat penegak hukum sehingga kasus Munir nyaris tenggelam merupakan bukti ketidakseriusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam penegakan hukum. Presiden dianggap memilih orang-orang yang tidak memiliki kredibilitas tinggi untuk menangani kasus Munir.
Presiden Yudhoyono, dia nilai, juga sangat mengecewakan. Selama delapan tahun atau sewindu kasus kematian Munir tak juga terungkap tuntas. Presiden melupakan janji di awal pemerintahannya bahwa kasus Munir adalah ujian sejarah Indonesia (the test of our history).
"Yang dihukum hanya orang-orang lapangan, bukan dalangnya. Janji Presiden hanya pepesan kosong," kata Suciwati.
Suciwati dan Kasum, serta organisasi pembela HAM, akan terus mendorong Kejaksaan Agung untuk melakukan PK dengan menggunakan dua novum yang sudah diajukan.
ABDI PURMONO
Berita Terkait:
Sewindu Munir, Para Sahabat Gelar Aksi
Munir Diusulkan Jadi Nama Jalan
Warga Harjokuncaran Minta Bantuan Komnas HAM
KASUM: Jangan Tunda Penyelidikan Kasus Munir
Ongen Belanja Pakaian Hitam Sebelum Meninggal