Sejumlah petugas kepolisian menertibkan ribuan warga yang memadati Klenteng Eng An Kiong untuk mendapatkan sembako dalam rangka sedekah bumi yang digelar oleh yayasan klenteng Eng An Kiong di halaman Klenteng Eng An Kiong Malang, Jawa Timur, 31-8, 2012. TEMPO/STR/Aris Novia Hidayat
TEMPO.CO, Malang - Ribuan warga antre di depan Kelenteng Eng An Kiong di Jalan Martadinata, Kota Malang, Jumat, 31 Agustus 2012. Mereka sabar menunggu pembagian paket bahan pokok yang dibagikan oleh pemuka dan pegiat agama Khonghucu. Sebanyak 13 ribu paket bahan pokok dibagikan untuk keluarga miskin.
"Dua tahun rutin mendapat jatah sembako gratis," kata warga Kedungkandang, Kota Malang, Mustofa. Warga rela antre berdesak-desakan di pagar pintu masuk Kelenteng Eng An Kiong. Bahkan, sejumlah balita menjerit dan menangis karena kepanasan dan terjepit. Mereka berimpitan sejak masuk ke pintu gerbang Klenteng.
Penyaluran paket sembako ini merupakan ritual rutin yang diselenggarakan umat Khonghucu. Diawali dengan "sembahyang rebutan" atau king hoo ping yang digelar pada tanggal 15 bulan 7 tahun Imlek 2563. Ritual diselenggarakan di kelenteng yang berdiri sejak 1825 tersebut.
"Sembahyang rebutan karena saat itu pintu surga dan neraka dibuka," kata juru bicara Kelenteng Eng An Kiong Malang, Bunsu Anton Triyono. Saat itu merupakan waktu arwah leluhur turun ke dunia sehingga menjadi waktu yang tepat untuk umat Khonghucu mendoakan arwah keluarga. Karena itu, kata dia, umat Konghucu membagikan sembako ke warga.
Warga miskin tersebut tak diundang, tapi mereka secara sadar hadir di kelenteng saat sedekah bumi atau pembagian sembako. Awalnya, sembako diberikan secara terbatas untuk umat Khonghucu, Budha Mahayana, dan Tao. Tapi kini, tak terbatas dari latar belakang agama tertentu.