Tolak Lady Gaga, Politikus PPP Datangi Mabes Polri
Reporter
Editor
Kamis, 24 Mei 2012 11:25 WIB
Lady Gaga saat tampil di Madison Square Garden, New York, Juli 2010. vanityfair.it
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Ahmad Yani, mendatangi Markas Besar Kepolisian RI. Kedatangannya ke Mabes Polri untuk menyampaikan penolakan resmi partainya terhadap konser Gaga di Jakarta Juni mendatang.
"Mau menyampaikan surat dukungan soal penolakan konser Lady Gaga," ujar Yani di pelataran gedung Rupatama Mabes Polri, Kamis, 24 Mei 2012. Ia menjelaskan kedatangannya menindaklanjuti surat terdahulu dari Fraksi PPP.
PPP, kata Yani, memberikan dukungan penuh kepada kepolisian, terutama Polda Metro Jaya, yang tidak memberikan izin konser Lady Gaga. Menurutnya, lagu-lagu Lady Gaga mengkampanyekan ajaran sesat. Ia menilai syair lagu serta klip video Lady Gaga juga melukai kaum perempuan serta nilai-nilai universal.
Menurut Yani, PPP menolak konser Lady Gaga untuk menghindari vandalisme serta kekerasan. Gaga yang kerap mengumbar aurat dan sensualitas juga bertentangan dengan prinsip-prinsip budaya dan ajaran agama mana pun.
Yani juga menjelaskan PPP menolak Lady Gaga karena mengumbar kebebasan. Kebebasan berekspresi di Amerika Serikat, kata Ahmad, berbeda dari di Indonesia. "Kebebasan berekspresi di Indonesia dibatasi dengan nilai, norma, serta kultur," ujarnya.
Ia berharap tidak sampai terjadi pembubaran konser secara paksa oleh organisasi sipil ataupun organisasi masyarakat. Jika polisi tidak mengambil langkah-langkah tepat dikhawatirkan pengadilan jalanan akan marak terjadi. "Kalau rencana konser tetap berjalan, saya minta kepada kepolisian untuk tidak mengeluarkan izin," ujar Ahmad.
OJK dan Polri Buru Eks CEO Investree Adrian Gunadi yang Diduga di Luar Negeri
20 jam lalu
OJK dan Polri Buru Eks CEO Investree Adrian Gunadi yang Diduga di Luar Negeri
Otoritas Jasa Keuangan terus memburu eks CEO PT Investree Radika Jaya (Investree) Adrian Asharyanto Gunadi yang diduga berada di luar negeri. Bekas pucuk pimpinan perusahaan pinjaman online (pinjol) itu diduga menghimpun dana tanpa izin atau tindak pidana di sektor jasa keuangan.