TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Surono membantah dugaan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Widjajono Partowidagdo meninggal karena kondisi Gunung Tambora, Nusa Tenggara Barat, yang tidak normal. Menurut Surono, Tambora memang merupakan gunung api yang aktif. Tapi saat ini tidak ada kegiatan vulkanologi di Tambora.
"Tidak benar Wamen (Widjajono Partowidagdo) meninggal karena kondisi Tambora tidak normal," kata Surono kepada Tempo, Minggu 22 April 2012. Sebelumnya, Kepala Desa Pancasila Hasan mengatakan cuaca di kaki Tambora kemarin memang agak berbeda, sangat panas.
Surono mengatakan ketinggian Gunung Tambora mencapai 2.851 meter. Seperti pada gunung berapi lainnya, semakin mendekati puncak, kadar oksigen pun menipis untuk dihirup. "Udaranya juga sangat dingin," kata Surono.
Karena itu, fisik dan stamina tiap pendaki harus prima. Kata Surono, pendaki juga perlu mental kuat agar sampai di puncak Tambora. "Karena dalam kondisi sehat saja, asupan oksigen di otak akan berkurang ketika di puncak Tambora," ujarnya.
Widjajono Partowidagdo mendaki Gunung Tambora pada Sabtu 21 April 2012. Pendakian itu bagian dari kampanye penggalangan dana untuk penderita lupus yang dimotori kelompok wanita Female Trackers for Lupus. Rombongan Widjajono terdiri atas aktivis Female Trackers for Lupus, tim Vulkanologi Kementerian ESDM, kelompok mahasiswa pencinta alam Kapanta, awak TVOne, dan didampingi dua petugas pos pendakian.
Namun, waktu mencapai puncak, kesehatan Widjajono mendadak turun drastis. Kata petugas pendakian yang mendampingi rombongan, kondisi Widjajono kritis. Dia pun dipastikan meninggal sekitar pukul 15.00 Wita.
Widjajono meninggal akibat kekurangan oksigen. Pria kelahiran Magelang, 16 September 1961, ini mengembuskan napas terakhir saat dievakuasi. Akademisi itu memang dikenal hobi mendaki gunung.
