TEMPO.CO, Yogyakarta - Institut Seni Indonesia Yogyakarta menganugerahi Sri Sultan Hamengku Buwono X, Sultan Keraton Yogyakarta sekaligus Gubenur Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa) di bidang seni pertunjukan, Selasa 27 Desember 2011.
Dalam sambutannya, Rektor Institut Hermien Kusmayati menjelaskan pemberian gelar Doktor Kehormatan di bidang seni pertunjukan, selain yang pertama kalinya dilakukan oleh Institut, juga yang pertama kalinya di Indonesia. Artinya, Sultan adalah orang pertama yang menerima gelar doktor kehormatan di bidang seni pertunjukan di Indonesia. “(Penganugerahan itu seolah) menjadi pelepas dahaga,” kata dia.
Bersama dengan ko-promotor Sumandiyo Hadi, Hermin merupakan promotor pemberian gelar itu. Mereka menilai Sultan memiliki peran besar terhadap pembentukan jati diri dan karakter bangsa melalui seni budaya. Selain menulis buku, Sultan pun menggunakan kebudayaan sebagai cara berdiplomasi antarnegara. Di antaranya dalam program kerja sama bidang budaya antara Yogyakarta-Kyoto (Jepang) pada 1989 dan menggelar pameran dan pementasan budaya Indonesia di Amerika selama 6 bulan pada 1991.
Sementara di tingkat lokal dan nasional Sultan dianggap mampu menempatkan diri sebagai pemangku kepentingan seni dan budaya. Semisal sikat Keraton yang terbuka terhadap budaya dari luar tradisinya dan posisi Sultan sebagai konseptor Festival Kesenian Yogyakarta yang digelar saban tahun hingga kini. “Kepedulian Sultan Hamengku Buwono X dalam forum nasional dan internasional sangat membanggakan bangsa,” kata Hermin.
Adapun di sisi seni pertunjukan, Bedhaya Sang Amurwabumi, tarian yang diciptakan Sultan, dinilai relevan dengan misi pendidikan Institut dalam menjaga dan menggembangkan tradisi sesuai dengan semangat zamannya. Diciptakan pada 1990-an, tarian ini mengandung kekhawatiran vakum pemerintahan pasca-Soeharto.
Dalam pidatonya yang berjudul Ajaran Sang Amurwabumi; Sumber Acuan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Bangsa, Sultan mengatakan dalam tarian itu ia mencoba menawarkan secara simbolik dasar karakteristik kepemimpinan masa depan dengan menggali dan mengkaji relevansi akaran kepemimpinan tradisional Jawa dari Serat Pararaton. “Bagaimana pendekatan budaya menjadi pendekatan membangun (kepribadian) anak bangsa,” kata dia usai menerima gelar.
Serat Pararaton mengisahkan berdirinya kerajaan Singasari hingga keruntuhan Majapahit. Ide dasar tarian itu sendiri berfokus pada Sang Amurwabumi, yakni gelar Ken Arok, pendiri Singasari setelah bertakhta, Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabumi.
Dalam acara pemberian gelar di Concert Hall Institut, tarian itu ikut digelar dalam iringan tabuhan gamelan slendro dan orkestra. Dimainkan sembilan orang penari perempuan, satu di antaranya adalah puteri sulung Sultan sendiri, Gusti Kanjeng Ratu Pembayun. Berlangsung sekitar 30 menit, gerak dan gending tarian ini tetap mengacu pada patokan tari Bedhaya.
ANANG ZAKARIA
Berita terkait
Forum Seniman Ragukan Janji-janji Jakpro dalam Revitalisasi TIM
20 Februari 2020
Forum Seniman ragukan pernyataan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) terkait tak akan mengkomersialisasi kawasan pusat kesenian itu usai revitalisasi TIM.
Baca SelengkapnyaHari Buruh, Pekerja Seni Berorasi dengan Kreatif Ramah Lingkungan
1 Mei 2019
Serikat pekerja media dan industri kreatif atau Sindikasi mendorong ekosistem kerja yang berkeadilan di peringatan Hari Buruh 1 Mei.
Baca SelengkapnyaHasil Pameran Seni Etza di Prancis untuk Korban Gempa Palu
23 Oktober 2018
Seniman muda Bandung, Etza Meisyara, menyumbangkan seluruh hasil karyanya yang terjual di pameran tunggalnya di Prancis untukkorban gempa Palu.
Baca SelengkapnyaKasus Ratna Sarumpaet, Seniman Yogya Larung 5 Wayang Antagonis
9 Oktober 2018
Sejumlah seniman di Yogyakarta punya cara sendiri untuk menyikapi kasus Ratna Sarumpaet dan berbagai kabar hoax yang beredar di masyarakat.
Baca SelengkapnyaPertemuan IMF - World Bank di Bali, Begini Komentar Mike Marjinal
7 Oktober 2018
Gitaris grup band punk Marjinal, Mike, bersama sejumlah aktivis dan seniman ikut memantau pertemuan IMF - World Bank di Bali.
Baca SelengkapnyaSeniman Mural Singgung Cara Anies Baswedan Bersihkan Kali Item
26 Juli 2018
Upaya cepat yang dilakukan Anies Baswedan menangani Kali Item mendapat respons beberapa pihak salah satunya seniman mural
Baca SelengkapnyaTidak Perlu Takut Jadi Seniman, Simak Kata Pelukis Naufal Abshar
11 Januari 2018
Beberapa orang akan berpikir bahwa seorang seniman tidak akan mendapatkan pekerjaan dan tidak bisa bertahan. Simak pengalaman pelukis Naudal Abshar.
Baca SelengkapnyaKarya Teguh Ostenrik Segera Ditenggelamkan di Pulau Bangka
17 Oktober 2017
Instalasi seni Teguh Ostenrik yang ketujuh, ditanam untuk mengembalikan keindahan laut Pulau Bangka
Baca SelengkapnyaTeras Budaya Tempo Gelar Malam Simpati untuk Hamsad Rangkuti
22 September 2017
Malam ini, Teras Budaya Tempo menggelar kegiatan penggalangan dana bertajuk Simpati untuk sastrawan Hamsad Rangkuti.
Baca SelengkapnyaPerformance Art Tisna Sanjaya Protes DPR Soal KPK
21 Juli 2017
Seniman Tisna Sanjaya memprotes Panitia Khusus Angket DPR soal KPK dengan melakukan performance art di samping Gedung Merdeka Bandung.
Baca Selengkapnya