TEMPO Interaktif, Jakarta -Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform, Hadar Navis Gumay, menyatakan eksistensi partai politik dalam Pemilihan Umum 2014 ditentukan oleh penetapan angka ambang batas parlemen dan besaran daerah pemilihan. Ia mengimbau agar keduanya bisa ditetapkan sama seperti dalam Pemilu 2009, yakni angka ambang parlemen 2,5 persen dan besaran daerah pemilihan 3-10 kursi.
Menurut Hadar, ambang parlemen dan besaran daerah pemilihan punya peran sendiri. Masing-masing, kata dia, ada tujuannya. Hanya, ambang parlemen dieksplisitkan. "Besaran daerah pemilihan juga punya implikasi. Kalau enggak paham hitung-hitungan, bisa tertipu," kata dia dalam diskusi di kantornya di Jakarta kemarin.
Hadar mengatakan, semakin kecil besaran daerah pemilihan, semakin keras implikasinya bagi partai politik. Menurut dia, jumlah kursi per daerah pemilihan paling minimal adalah 3-8. "Kalau diperkecil magnitude-nya, maka proporsionalitasnya menjadi rusak," ujar dia.
Sesuai dengan sistem proporsionalitas dalam pemilu yang dianut di Indonesia, partai politik yang memperoleh banyak suara otomatis akan mendapat kursi lebih banyak. Namun, kata Hadar, jika besaran daerah pemilihan diperkecil, partai yang mendapat suara besar akan memperoleh kursi lebih banyak, sedangkan partai yang mendapat suara kecil akan memperoleh kursi semakin sedikit. "Akan terjadi yang namanya overrepresented dan underrepresented," katanya.
Karena itu, Hadar setuju jika angka ambang batas dan besaran daerah pemilihan tetap sama seperti pada Pemilu 2009, ambang parlemen tetap 2,5 persen, dan 3-10 kursi per daerah pemilihan. Besaran daerah pemilihan yang semakin kecil akan merusak proporsionalitas. Keterwakilan rusak karena tidak menggambarkan keberagaman masyarakat. "Yang terlihat hanya sebagian, yang besar-besar saja," ujar dia.
Ia mengatakan, usul partai besar untuk mendongkrak angka ambang batas menjadi 4-5 persen, serta mengecilkan daerah pemilihan menjadi 3-6 kursi, hanyalah bentuk akal-akalan. Partai besar mengusung kepentingan pragmatis mereka untuk menyingkirkan partai-partai menengah dan kecil sehingga lebih mudah memenangi pemilu. "Kursi cuma akan dibagi di antara partai besar," kata Hadar. Selain itu, kesempatan partai baru juga susah, kecuali fenomena Partai Demokrat terulang.
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Tjatur Sapto Edy menilai penerapan angka ambang batas tinggi dan pengecilan daerah pemilihan dapat berdampak fatal bagi partai-partai politik menengah dan kecil. Jika keinginan partai menengah dan kecil untuk dua hal itu tidak terakomodasi dalam pembahasan rancangan undang-undang pemilihan umum, eksistensinya terancam. "Akan ada tirani mayoritas. Negara ini bubar kalau enggak ada keanekaragaman," kata Tjatur di Hotel Sultan, Jakarta, kemarin.
Atas dasar itu, Tjatur menyarankan partai besar agar bisa memahami keinginan partai menengah dan kecil, dan membicarakannya ketika membahas RUU Pemilu di DPR. Dalam pembahasan, bisa dicari titik kompromi. "Saya yakin akan ketemu di tengah," katanya.
MAHARDIKA SATRIA HADI | SUNUDYANTORO
Berita terkait
Saran Panglima TNI Gatot Nurmantyo untuk Pembuatan UU Pemilu
5 Agustus 2017
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyarankan UU Pemilu langsung dibuat setelah Pemilu selesai, bukan menjelang Pemilu.
Baca SelengkapnyaMahfud MD Anggap Putusan MK Perkuat UU Penyelenggaraan Pemilu
1 Agustus 2017
Mahfud MD menganggap putusan MK yang lalu soal pemilu serentak dan ambang batas presidensial akan membantu UU Penyelenggaraan Pemilu yang baru.
Baca SelengkapnyaRapat Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu, Tjahjo Ingin Musyawarah
11 Juli 2017
Tjahjo berharap pembahasan RUU ini segera selesai.
Baca SelengkapnyaKoalisi Masyarakat Sipil Tolak Sistem Pemilu Terbuka Terbatas
11 Juni 2017
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu menolak perubahan sistem pemilu menjadi proporsional terbuka terbatas karena dianggap kemunduran demokrasi.
Baca SelengkapnyaPerludem: Pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu Terlambat
20 Mei 2017
Pemerintah dianggap terlambat menyerahkan kepada DPR sebagai pengusul, karena terlalu terpaku pada euforia 2014. RUU Pemilu butuh dua tahun.
Baca SelengkapnyaAlasan KPU Minta RUU Penyelenggaraan Pemilu Segera Disahkan
26 April 2017
Ketua KPU Arief Budiman berharap DPR dan pemerintah segera mengesahkan RUU Penyelenggaraan Pemilu.
Baca SelengkapnyaDemokrasi Elektoral Mencari Bentuk
22 Maret 2017
Dinamika pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilihan Umum yang sedang berlangsung di DPR ternyata memunculkan beberapa pertanyaan mendasar. Pertanyaan itu, antara lain, mengenai representasi publik yang akan dihasilkan oleh sistem pemilu dan upaya mewujudkan pemerintahan yang efektif melalui demokrasi elektoral multipartai.
Baca SelengkapnyaPansus Pemilu ke Jerman dan Meksiko, Eks KPU: Tidak Jelas
2 Maret 2017
Dihitung dengan waktu perjalanan, Ramlan merasa kunjungan kerja tersebut terlalu singkat untuk dikatakan sebagai sebuah studi banding.
Baca SelengkapnyaMendagri: Pemerintah Tetap Kirim Hasil Pansel KPU-Bawaslu
2 Februari 2017
Mendagri Tjahjo menegaskan pemerintah akan tetap mengirimkan hasil seleksi calon komisioner KPU dan Bawaslu karena tahapan Pemilu 2019 mulai Juli 2017
Baca SelengkapnyaMahfud Md. Sebut Pengajuan Capres Tak Perlu Ambang Batas
18 Januari 2017
Menurut Mahfud Md., pembahasan ambang batas tidak diperlukan karena pelaksanaan pemilu legislatif dan presiden dilakukan secara serentak.
Baca Selengkapnya