TEMPO Interaktif, Jakarta - Amir Jamaah Anshorur Tauhid Abu Bakar Ba’asyir dituntut penjara seumur hidup. Tuntutan itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin 9 Mei 2011. Sidang pembacaan tuntutan ini dipimpin Ketua Majelis Hakim Herri Swantoro.
"Kami meminta Majelis Hakim menyatakan terdakwa Abu Bakar Ba’asyir terbukti secara sah dan meyakinkan, merencanakan, dan atau menggerakkan orang lain untuk mengumpulkan dana guna tindak pidana terorisme," kata Ketua Tim JPU, Andi M. Taufik, saat membacakan amar tuntutan.
Menurut jaksa, hal yang memberatkan tuntutan karena Baasyir tidak mendukung upaya pemerintah memberantas terorisme. Selain itu, jaksa menilai tindakan terdakwa mengganggu stabilitas keamanan negara. "Sebagai pemuka agama seharusnya terdakwa menjadi panutan umat," ujar Andi M. Taufik.
Pertimbangan lain yang memberatkan terdakwa, kata jaksa, terdakwa dianggap tidak konsisten dalam memberi keterangan, sehingga mempersulit jalannya persidangan. Selain itu terdakwa juga pernah dihukum sebelumnya. "Namun, yang bersangkutan tidak menyesali perbuatannya." Sedangkan hal yang meringankan karena terdakwa sudah berusia lanjut.
Ba'asyir, yang juga pemilik Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, disangka terlibat pelatihan militer kelompok teroris di Jantho, Aceh Besar. Ia berperan merencanakan, mengatur, serta pendanaan pelatihan tersebut. Ia juga diduga aktor di balik aksi kawanan teroris di bawah Abdullah Sonata.
Ba'asyir dijerat dengan pasal berlapis, yakni dakwaan primer Pasal 14 jo Pasal 9 Undang-Undang tentang Terorisme, subsider Pasal 14 jo Pasal 7 UU tentang Terorisme, lebih subsider Pasal 14 jo Pasal 11 UU tentang Terorisme, lebih-lebih subsider Pasal 15 jo Pasal 9 UU tentang Terorisme.
Lapisan dakwaan lebih dalam lagi adalah Pasal 15 jo Pasal 7, kemudian Pasal 15 jo Pasal 11, dan terakhir Pasal 13 huruf a UU tentang Terorisme.
Menurut Jaksa, Baasyir terbukti merencanakan dan atau menggerakkan orang lain untuk menggalang dana yang digunakan untuk tindak pidana terorisme.
Dana yang terbukti dihimpun Ba’asyir sejumlah Rp 350 juta, dengan pemerincian Rp 150 juta didapat dari Haryadi Usman, Rp 200 juta dari Syarif Usman, serta sebuah handycam dari Abdullah Al Katiri. Duit itu diduga digunakan untuk pelatihan militer di Pegunungan Jantho, Aceh Besar.
Sedangkan untuk pemasokan senjata, jaksa mengaku tak bisa membuktikan terdakwa turut memasok senjata api ke Indonesia.
ISMA SAVITRI