Head of Researcher Inspire Marbawi A. Katon mengatakan dari 1.500 responden yang disurvei hanya 13,6 persen yang beranggapan kondisi perekonomian nasional lebih baik. "Ini adalah persepsi masyarakat urban terhadap kondisi ekonomi satu tahun terakhir," katanya di Jakarta, Ahad (24/4).
Masyarakat yang beranggapan ekonomi setahun belakangan memburuk mencapai 46,2 persen. Sedangkan 37,5 persen lainnya menganggap tak ada perubahan. Jika dibandingkan dengan situasi dua tahun lalu, tercatat 45,1 persen beranggapan tidak ada perubahan.
Menurut peneliti dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) Nico Harjanto, meski indikator ekonomi makro tumbuh positif, kenyataannya sektor riil tak banyak mengalami kemajuan. Pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen tak diikuti pembangunan sektor riil.
"Sektor apa yang menyumbang pertumbuhan paling besar? Apakah pertanian? Bukan," ujarnya. Masyarakat juga sadar, meski pertumbuhan ekonomi cukup bagus, masih banyak masalah kelaparan di daerah. Alokasi anggaran untuk pembangunan tetap lebih kecil dan banyak kasus di level mikro.
Peneliti dari Paramadina Graduate School Abdul Malik Gismar menilai serupa. Pertumbuhan ekonomi yang selalu digaungkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono tak diterjemahkan dalam peningkatan kualitas layanan publik. "Tidak ada perubahan angka pengangguran atau peningkatan kualitas pendidikan," kata Gismar.
Ia menandai adanya benturan antara realitas makro dan kenyataan di level riil. Menurutnya, secara politis, pencitraan terkait pertumbuhan ekonomi memang laku di luar negeri, tapi tak akan bisa menarik perhatian kalangan pemilih urban. Apalagi kondisi ekonomi riil seperti kesehatan dan kualitas pendidikan lebih dekat dengan realitas masyarakat.
KARTIKA CANDRA