Ganjar mempertanyakan, apakah luasan lahan yang diperlukan TNI untuk latihan sepanjang dan seluas tanah di Urut Sewu itu. Kalau untuk latihan senjata kaliber besar, menurutnya lahan tersebut sudah tidak cocok karena dekat dengan permukiman. Menurut dia, tanah itu statusnya tak jelas karena digunakan untuk latihan TNI dan lahan pertanian warga. Kalau untuk latihan, sebaiknya menjadi restricted area. "Ini danger zone, bagaimana kalau ada petani yang cangkulnya menebas mortir," katanya.
Terkait dugaan ada bisnis TNI di daeah itu, Ganjar melihat konflik kemarin belum ada kaitan antar-keduanya. Hanya, potensi konflik terkait penambangan pasir besi bisa terjadi di masa datang jika persoalan kepemilikan lahan tidak segera dipenuhi. Ia menilai, ada potensi ekonomi politik yang cukup besar di daerah itu. Selain untuk pertanian yang bisa sangat menghasilkan, pasir besi di daerah itu juga berpotensi menjadi bisnis yang cukup menjanjikan. "Kalau memang ada indikasi bisnis TNI, ini perlu diuraikan lagi," katanya lagi.
Ganjar juga meminta KASAD George Toisutta dan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo bisa menahan diri agar tak mengeluarkan pernyataan yang membuat suasana memanas kembali. Menurutnya, kondisi masyarakat di Setrojenar masih ketakutan dengan sosok tentara. Dia juga mengatakan, TNI juga membutuhkan tempat latihan yang bagus. "Kalau di Ambalat takut, di Somalia takut, bagaimana nanti ke depannya," ujarnya.
Senada dengan Ganjar, Ketua DPRD Kebumen Budi Hianto Susanto juga menemukan tidak adanya bukti kepemilikan tanah atau sertifikat kedua belah pihak menjadi awal sengketa tanah. "Ke depan saya inginkan solusi permanen, agar masalah ini tidak berlarut-larut," katanya.
ARIS ANDRIANTO