"Masuknya anggota partai dalam KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu cenderung menguntungkan partai yang mengusungnya," kata Direktur Eksekutif Center for Electoral Reform (CETRO), Hadar Navis Gumay, di Jakarta, Kamis (25/11).
Rabo (24/11) kemarin, Komisi Pemerintahan DPR menggelar rapat internal membahas revisi Undang-undang 22/2007. Hadar mengatakan politisasi KPU mendominasi pandangan fraksi.
Sejumlah parpol seperti PDI Perjuangan, Partai Golkar, PKS, Gerindra, PPP, Hanura, dan PKB, kata Hadar, menghendaki KPU diisi anggota/pengurus partai. Syaratnya, anggota itu mundur setelah terpilih. Sedangkan, Demokrat dan PAN berkukuh KPU bebas dari intervensi partai. Syaratnya, calon tak boleh menjadi anggota partai selama 5 tahun sebelum mencalonkan diri.
Menurut Hadar, dengan masuknya anggota parpol ke KPU akan melemahkan kinerja pengawas pemilu. Bawaslu, kata dia, cenderung mengamankan serta melegitimasi kecurangan/penyimpangan peserta pemilu. Selain itu, kebijakan KPU cenderung menguntungkan peserta pemilu tertentu.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, kata Hadar, harusnya menjaga etika penyelenggara pemilu. Dewan diharapkan netral dan profesional. "Masuknya anggota/pengurus partai ke dewan kehormatan justru membuat mandul. Akibatnya, pemilu 2014 lebih buruk dibanding 2009," katanya.
Kurniasih Budi