TEMPO Interaktif,Surabaya - Sebanyak 1,2 juta jiwa warga Jawa Timur tercatat masih mengalami buta aksara. "Kami akui, buta aksara masih 1,2 juta jiwa, itu artinya masih sangat tinggi," kata Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur Rasiyo, dalam sebuah acara di Surabaya, Ahad (1/8).
Tingginya buta aksara, tambah mantan Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur ini, bukanlah hal yang baru. Bahkan sejak 2008 lalu, pemerintah telah mencanangkan gerakan pemberantasan buta aksara dengan melakukan berbagai pelatihan dan kursus.
Tak hanya itu, gerakan Wajib Belajar (Wajar) juga telah digalakkan mulai dari Wajar 9 tahun hingga 12 tahun. Tapi hasilnya hingga saat ini belum begitu memuaskan. Selama 2008-2010 ini, pemerintah baru bisa mengentaskan sekitar 900 ribu buta aksara dari data sebelumnya yang mencapai 2,1 juta jiwa buta aksara.
"Yang patut disyukuri, kita tidak menemukan buta aksara diusia 15-45 tahun," kata dia. Rasiyo mengklaim, program pemberantasan buta aksara setidaknya telah berhasil dengan ditandai tidak adanya buta aksara diusia remaja.
Sedangkan untuk membantu pemberantasan buta aksara diusia 45 tahun ke atas, pemerintah saat ini mencoba untuk melibatkan seluruh instansi baik pemerintah maupun swasta termasuk juga lembaga swadaya masyarakat.
Beberapa pelatihan yang melibatkan ibu-ibu PKK, Korpri serta LSM juga digiatkan. "Target kita 2014 sudah tidak ada lagi buta aksara," tambahnya.
Kepala Bidang Pendidikan Nonformal dan Informal Dinas Pendidikan Jawa Timur M Nasor mengatakan, masyarakat juga memiliki kewajiban untuk membantu memberantas buta aksara.
"Masyarakat harus sadar, bagi yang bisa membaca harus bertanggung jawab terhadap keluarga atau di lingkungan yang masih ada buta aksaranya," kata dia.
Di Jawa Timur sendiri, buta aksara umumnya terjadi di kawasan tapal kuda yaitu kawasan Madura dan Pasuruan hingga Banyuwangi. Di daerah ini terdeteksi paling banyak menyumbang buta aksara karena pemahaman masyarakat yang belum memandang penting arti pendidikan.
Rohman Taufiq