TEMPO Interaktif, Jakarta:Pemilik PT Garuda Panca Arta, Gunawan Yusuf, mengadukan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional Syafrudin Temenggung dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Lutfi Ibrahim ke Markas Besar Polri, Rabu (5/1). Selain mereka, ikut diadukan juga Deputi Aset Manajemen Investment BPPN Taufik Mappaenre Maruf dan Kepala Divisi Komunikasi BPPN Raymond Van Beekum. Mereka diadukan karena dianggap melakukan tindak pidana penipuan dan penghilangan hak terhadap perusahaan milik Gunawan. Pengacara PT Garuda, Hotman Paris, menjelaskan, pengaduan ini disebabkan hak berita acara penyerahan tanah kepada PT Garuda telah diambil secara tidak sah. Gunawan juga membuat somasi terbuka untuk mempertahankan hak-hak dan memulihkan nama baik PT Garuda dan direksinya. Kata Hotman, somasi kepada Lubis Gani Surowidjojo, kuasa hukum Syafrudin Temenggung ini harus dilakukan karena melalui Raymond telah membuat keterangan salah soal tanah eks-register 47 di Provinsi Lampung telah dijual kepada PT Garuda. Menurut Hotman, Gunawan sebelumnya telah membeli Sugar Group Companies (SGC) senilai Rp 1,1 trilun dari pemerintah melalui BPPN. Pembelian itu sudah termasuk pembelian tanah eks register 47 Lampung yang sebenarnya sudah tercakup dalam pembelian SGC dari pemilik sebelumnya, Salim Group. PT Garuda sudah membayar tanah, bahkan sudah ada berita acara penyerahan dengan akte notaris nomor 1 tanggal 4 Maret 2002. Itu sudah jelas ada berita acara penyerahan dari pemerintah ke kita, tuturnya. Hotman mengatakan, surat BPPN tertanggal 4 Maret 2002 itu ditandatangani notaris sehingga BPPN tidak punya pilihan lain untuk menyerahkan aset tersebut. Surat ini sudah resmi sebagai berita acara penyerahan yang dalam istilah hukumnya levering. BPPN sendiri, kata Hotman, tidak melakukan pembatalan terhadap penyerahan itu. Tapi ada surat yang mengingkari itu, sehingga hak kita itu hendak diambil dan dikasih ke orang lain. Surat itu ada pada bulan Januari dan ada bukti-buktinya, ujar dia. Menurut Hotman tidak benar dan salah jika kuasa hukum Syafrudin mengatakan bahwa kewajiban BPPN untuk menyerahkan tanah eks-register 47 hanya berupa best effort. Syafrudin hanya berpegang sepotong-sepotong pada dokumen awal. Padahal, dukumen-dokumen yang secara hukum mengikat (final legal document) sekaligus berita acara penyerahan obyek yang dijual itu Akta Notaris Nomor 1 tanggal 4 Maret 2002 yang menyatakan kewajiban hukum itu sudah dilaksanakan dengan penyerahan seperti terbukti dalam akta notaris itu. Dalam akta itu, Pimpinan BPPN dan PT Holdiko Perkasa mengkonfirmasikan dengan surat tanggal 4 Maret 2002 Nomor 0172/LDIR-HP/III/2002 bahwa tanah eks ILBM dan ilcm adalah hak dari SGC. Sesudah mendapat konfirmasi itu, termasuk milik dari SGC dan sesudah BPPN dan PT Holdiko perkasa yakin atas obyek jual beli, maka PT Garuda membayar penuh melalui rekening. Dari sini jelas setelah itu yang dijual adalah SGC yang berhak atas tanah eks-register 47. Maka BPPN dan PT Holdiko setuju menerima harga jual itu, tutur dia. Jadi, lanjut dia, jelas sekali maksud dibuatnya Akta Notaris Nomor 1 tanggal 4 Maret adalah sebagai berita acara penyerahan SGC, termasuk penyerahan tanah itu. Karena sudah ada berita acara itu, maka dalil omong kosong Syafrudin yang menyatakan terus menerus kewajiban BPPN hanya best effort tidak benar. Yang terjadi bukan lagi usaha untuk mendapatkan tanah. Melainkan best effort sudah selesai dengan didaftarkannya tanah dan sudah terjadi penyerahan. BPPN telah mendapatkan tanah itu dan selanjutnya diserahkan ke PT Garuda. (Eduardus Karel DewantoTempo News Room)
Berita terkait
Zulhas Ungkap Asal Mula Ditemukannya Baja Ilegal Produksi Pabrik Milik Cina
1 jam lalu
Zulhas Ungkap Asal Mula Ditemukannya Baja Ilegal Produksi Pabrik Milik Cina
Sebuah pabrik baja Cina, PT Hwa Hok Steel, terungkap memproduksi baja tulangan beton tidak sesuai SNI sehingga produk mereka dinyatakan ilegal.