Pungutan itu, kata dia, ditarik oknum Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Banyuwangi. Apabila tidak mau bayar, calon pegawai diancam akan ditempatkan di wilayah pelosok. "Beberapa dokter belum bayar karena tak punya uang sebesar itu," kata Hermanto kepada wartawan, Selasa (25/5).
Hermanto mengatakan akan memanggil sejumlah Satuan Kerja terkait apabila DPRD sudah menerima laporan secara tertulis. "Yang masuk baru berupa laporan lisan, kita tunggu surat resminya," ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Banyuwangi Hariaji Sugito mengatakan, seluruh proses pengangkatan dokter untuk menjadi calon pegawai negeri menjadi wewenang pihak BKD. Menurut dia, tahun ini ada tujuh dokter dan 50 tenaga medis yang mengurus pemberkasan agar mendapatkan surat keputusan penetapan sebagai calon pengawai negeri sipil (CPNS).
Ketika dimintai konfirmasi, tak satupun pejabat BKD yang mau buka mulut. Kepala Bidang Pengadaan dan Mutasi Sunoto menolak berkomentar. "Jangan sekarang, nanti saja kalau semua proses pengangkatan sudah selesai," ucapnya singkat. Sedangkan Kepala BKD I Ngakan Putu tidak bisa ditemui.
Sebelumnya, Senin 24 Mei lalu, praktek pungutan liar diungkapkan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Banyuwangi. Pungutan terjadi dalam proses pengangkatan ratusan guru bantu menjadi pegawai negeri sipil.
Salah seorang guru bantu mengatakan, besarnya pungutan antara Rp 400 ribu hingga Rp 2 juta. Pungutan Rp 400 ribu dikenakan kepada guru bantu yang menerima Surat Keputusan sebagai PNS. Sementara pungutan Rp 2 juta dikenakan kepada guru bantu yang menerima SK Calon PNS. IKA NINGTYAS.