Ratusan Pengungsi Demo ke Kantor Bupati Aceh Utara
Reporter
Editor
Selasa, 22 Juli 2003 10:19 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Sekitar 300 pengungsi berdemo di depan Kantor Bupati Aceh Utara di Lhokseumawe, Selasa (4/2). Mereka mewakili 1.015 jiwa lainnya yang ingin kembali ke desa masing-masing setelah empat tahun mengungsi ke sejumlah tempat di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Dengan melilitkan bendera merah putih di badan, para pengungsi yang terdiri dari orang tua, wanita dan anak-ank ini mengusung sejumlah spanduk yang mengecam minimnya perhatian pemerintah daerah terhadap mereka selama ini, khususnya dari kalangan wakil wakyat yang duduk di DPRD. Kusmin, 48 tahun, yang bertindak selaku koordinator dalam aksi demo tersebut mengatakan, keinginan dirinya bersama warga lain untuk kembali ke Aceh setelah penandatanganan perjanjian penghentian permusuhan antara Pemerintah RI dan GAM adalah karena di sinilah tempat untuk hidup. "Kami semua sudah tak punya pekerjaan. Hidup terkatung-katung dalam pengungsian dan penuh dengan utang di sana sini. Sekarang kami ingin kembali. Tapi rumah dan lahan sudah tak ada karena hangus dibakar," katanya. Setelah kembali ke Aceh, para warga yang sebelumnya menetap di sejumlah kecamatan di Aceh Utara masih harus hidup prihatin. Mereka sekarang menumpang di bekas bangunan rumah potong hewan di kawasan Cunda, Muara Dua --sekitar 3 kilometer arah timur Lhokseumawe. "Kami sudah sangat menderita selama empat tahun ini. Sekarang kami ingin hidup tenang seperti dulu. Biarakan damai di Aceh ini. Kasihanilah masyarakat kecil seperti kami ini," ungkap Kusmin saat menunggu kesediaan Bupati Aceh Utara untuk menerima tujuh delegasi mereka. Para pengungsi yang datang sekitar pukul 08.30 WIB itu baru pulang menjelang zuhur. Selain berharap pemerintah akan membangun kembali seluruh rumah mereka yang dibakar, para pendemo juga meminta pemerintah untuk bersedia memberikan biaya hidup selama satu tahun hingga mereka bisa mandiri. "Rekan kami yang masih berada di luar Aceh yang lebih dari 2.000 KK juga harus dikembalikan dengan status yang jelas," kata Kusmin. Selama mengungsi di Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, para pengungsi Aceh hanya menerima bantuan dari Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam sebesar Rp 2.000 per minggu ditambah beberapa bungkus indomie. "Itu nggak cukup. Kami terpaksa hidup dengan utang. Sekarang utang kami makin menumpuk," imbuhnya. Sekretaris daerah Aceh Utara T Hermawan saat menerima delegasi pengungsi atas nama bupati mengungkapkan, pihaknya harus berkoordinasi dengan pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam terlebih dahulu. Untuk bantuan, seperti halnya pengungsi lain, akan diberikan selama 7 hari. "Yang lainnya akan kami teruskan ke pemerintah tingkat satu (provinsi)," katanya. Berbeda dengan pendemo sebelumnya yang marak di Aceh akhir-akhir ini, yang menuntut ditariknya pasukan TNI/Polri dan kecaman atas jatuhnya korban dikalangan mayarakat sipil akibat konflik. Tuntutan yang diusung para mantan pengungsi Langkat ini benar-benar untuk dapat hidup kembali di alam pedesaan seperti sebelum konflik pecah di Aceh. Salahs atu spanduk mereka berbunyi, "Kami Rindu Kampung, Pak Bupati". (Zainal Bakri-Tempo News Room)
Prabowo Bentuk Presidential Club, Pengamat Sebut Ada Ketegangan dalam Transisi Kepemimpinan
39 menit lalu
Prabowo Bentuk Presidential Club, Pengamat Sebut Ada Ketegangan dalam Transisi Kepemimpinan
Pengamat politik menilai, gagasan Presidential Club Prabowo mungkin saja hasil dari melihat transisi kepemimpinan Indonesia yang seringkali ada ketegangan.