Tarik Ulur RUU PPRT, Bagaimana Proses Kelanjutan RUU yang Diperjuangkan 20 Tahun Ini?
Reporter
Angelina Tiara Puspitalova
Editor
S. Dian Andryanto
Kamis, 31 Oktober 2024 16:27 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komnas Perempuan mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memberikan prioritas dalam membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga atau RUU PPRT.
Menurut Komisioner Komnas Perempuan, Olivia Chadidjah Salampessy, RUU ini telah diperjuangkan selama dua puluh tahun namun hingga kini belum mencapai pengesahan. Hal tersebut diungkapkan Olivia dalam rapat bersama Badan Legislasi atau Baleg DPR pada 29 Oktober.
Olivia menyatakan bahwa pekerja rumah tangga (PRT), yang berada di sektor informal, masih belum mendapatkan perlindungan hukum yang memadai. Hingga saat ini, belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur perlindungan bagi PRT. UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yang telah ada juga dianggap tidak mampu memberikan perlindungan yang cukup karena tidak memenuhi standar perburuhan minimal dan kurang memperhatikan kerentanan yang dihadapi oleh pekerja perempuan di sektor ini.
Selain RUU PPRT, Komnas Perempuan juga menyampaikan keprihatinannya atas sejumlah RUU lain yang dinilai penting, seperti RUU Masyarakat Hukum Adat, RUU Kesetaraan Gender, serta RUU Hukum Acara Pidana atau KUHAP. Mereka berharap agar RUU-RUU ini juga menjadi prioritas Baleg DPR.
RUU PPRT pertama kali diajukan untuk dibahas pada tahun 2004, tetapi prosesnya selalu mengalami kendala. Selama dua dekade, RUU PPRT kerap masuk dan keluar dari daftar prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR. Hal ini menjadi kekecewaan besar bagi para PRT yang mendambakan payung hukum untuk melindungi diri mereka dari tindak kekerasan, penyiksaan, hingga perbudakan modern.
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, mengungkapkan bahwa sejak RUU ini masuk dalam Prolegnas prioritas selama dua periode, yaitu hampir dua dekade, RUU PPRT masih belum berhasil disahkan. Hingga akhir tahun 2024, pengesahan RUU ini kembali mengalami penundaan. Andy menegaskan bahwa pengesahan RUU PPRT dapat menghadirkan lingkungan kerja yang lebih aman dan nyaman bagi PRT di Indonesia serta dapat membantu membangun hubungan kerja yang harmonis antara PRT dan majikan.
Lebih lanjut, Andy menyampaikan bahwa penting untuk mempercepat pengesahan RUU PPRT demi memastikan hak-hak PRT terlindungi secara menyeluruh. Selain itu, ia menambahkan bahwa percepatan yang sama juga perlu dilakukan terhadap RUU terkait masyarakat hukum adat. RUU ini diharapkan dapat memberikan perlindungan khusus bagi perempuan adat dan penganut agama leluhur agar mereka dapat hidup dengan aman dan bebas dari diskriminasi.
Komnas Perempuan berharap bahwa dengan adanya dengan payung hukum yang jelas melalui RUU PPRT, akan tercipta kondisi kerja yang layak bagi para pekerja rumah tangga. Mereka pun dapat bekerja tanpa rasa takut atau kekhawatiran akan ancaman kekerasan.
Penundaan yang terus berlanjut dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap kelompok yang bekerja di sektor rentan ini. Oleh karena itu, Komnas Perempuan terus mendorong agar RUU PPRT dapat segera disahkan, guna menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi PRT di seluruh Indonesia.
ANGELINA TIARA PUSPITALOVA | ANASTYA LAVENIA Y | MICHELLE GABRIELA
Pilihan Editor: Gelar Aksi Sahkan RUU PPRT di DPR, Koalisi Perlindungan PRT: Wakil Rakyat Jangan Jahat ke Rakyat