PSPK: UKT Mahal Paling Merugikan Kelompok Rentan Miskin
Reporter
Anastasya Lavenia Y
Editor
Eko Ari Wibowo
Kamis, 31 Oktober 2024 10:53 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Direktur Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), Pandu Ario Bismo, mengatakan bahwa tingginya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) paling merugikan kelompok rentan miskin.
Pandu menjelaskan kelompok rentan miskin berbeda dengan kelompok miskin yang bisa mendapatkan beasiswa afirmasi. “Jadi nggak masuk kriteria miskin, tapi mereka juga tidak cukup mampu untuk membiayai sendiri,” kata Pandu dalam acara peluncuran Rekomendasi Kebijakan Pendidikan yang digelar PSPK di Djakarta Theatre pada Rabu, 30 Oktober 2024.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan PSPK, sejumlah pemerintah daerah sudah memberikan beasiswa untuk membantu mahasiswa rentan miskin, seperti di DKI Jakarta, Kalimantan Timur, dan Jawa Barat. Namun, Pandu menilai kebijakan beasiswa ini seharusnya bisa dilakukan secara masif di semua daerah.
“Kita merekomendasikan agar yang menjadi sasaran utama pengalokasian dana abadi adalah kelompok rentan miskin,” kata Direktur Eskekutif PSPK, Nisa Felicia.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi X DPR, Himmatul Aliyah, menyoroti alokasi dana abadi pendidikan yang belum optimal. “Dana abadi ini sudah ratusan triliun, setiap tahun tidak terpakai. Jadi setiap tahun nambah dan sekarang jumlahnya sudah ratusan triliun,” kata Himmatul.
Himmatul mengatakan optimalisasi dana abadi pendidikan saat ini menjadi salah satu isu yang menjadi perhatian Komisi X, termasuk bagaimana caranya agar dana LPDP bisa diakses oleh lebih banyak orang.
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Stella Christie, mengatakan Kemendiktisaintek sudah membentuk tim khusus untuk menelaah alokasi dana dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan. “Saat ini kami dari Kemendiksaintek sedang meneliti secara seksama dan melakukan cost benefit analysis apakah dana yang digunakan oleh LPDP manfaatnya selama ini sungguh optimal atau tidak,” ucap Stella.
Pilihan Editor: Polemik Wajib Kerja Mahasiswa ITB di Kampus, Alumni Minta Transparansi Perjanjian