Bawaslu Terima 12 Laporan Pelanggaran Pidana yang Libatkan Kepala Desa
Reporter
Andi Adam Faturahman
Editor
Imam Hamdi
Senin, 28 Oktober 2024 15:49 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu merilis daftar laporan dugaan pelanggaran kampanye yang melibatkan kepala desa dan perangkat desa pada Pilkada 2024.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan terdapat 136 laporan yang masuk ke Bawaslu hingga Senin, 28 Oktober 2024. Laporan tersebut berasal dari 25 dari 38 Provinsi.
"Dari 130 laporan yang diregister, 12 laporan masuk kategori tindak pidana pelanggaran pemilihan," kata Bagja dalam konferensi pers di kantor pusat Bawaslu, Senin, 28 Oktober 2024.
Dari 135 laporan yang masuk, 130 laporan diregistrasi oleh tim Bawaslu, 55 laporan tidak teregistrasi, dan 10 lainnya belum dilakukan registrasi.
Selain menemukan laporan yang berkaitan dengan tindak pidana pelanggaran pemilihan, Bagja mengatakam Bawaslu juga menemukan 97 dari 130 laporan masuk dalam kategori pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan. "Sebanyak 42 lainnya merupakan bukan pelanggaran," kata dia.
Bawaslu, ia melanjutkan, mengingatkan kepada kepala desa, pasangan calon, dan tim kampanye untuk tetap menjaga muruah pilkada bersih. Ia meminta kepada para pihak yang dimaksud untuk menjaga netralitasnya.
"Kami juga mengingatkan bahwa terdapat sanksi tindak pidana dalam konteks netralitas ini," kata dia.
Sanksi pidana yang dimaksud, ialah Pasal 70 ayat (1) dan Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Umum yang menyebutkan perangkat desa yang melanggar netralitas bisa dikenakan sanksi pidana.
Sebelumnya, Pengajar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini mengatakan kepala desa sebagai perangkat pemerintahan di struktur terendah, dinilai lebih mudah untuk mempengaruhi warganya.
Karena hal tersebut, kepala desa menjadi sasaran utama kartel politik untuk membantu pemenangan salah satu pasangan calon yang berlaga.
"Dalam kultur sosial masyarakat, kepala desa merupakan figur yang berpengaruh sebagai tokoh pemimpin desa," kata Titi.
Peneliti Politik Populi Center, Usep Saepul Ahyar mengatakan kepala desa menjadi piihan utama kartel politik untuk membantu pemenangan, karena cenderung mudah untuk dipengaruhi dan dimobilisasi.
Usep mencontohkan pemberian janji besaran dana desa atau hal strategis yang menguntungkan kepala desa secara pribadi, acapkali menjadi senjata utama untuk merebut simpati kepala desa.
"Bahkan tidak jarang pula ancaman menjadi alat utama yang dapat memaksa kepala desa agar mau dimobilisasi," kata Usep.
Pihan editor: Hutama Karya Manfaatkan AI untuk Perencanaan Jalan Tol Trans Sumatera