Penurunan Kemiskinan Ekstrem di Indonesia Masih Terkendala Imbas Program Sosial Salah Data
Reporter
Desty Luthfiani
Editor
Imam Hamdi
Kamis, 4 Juli 2024 07:52 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kemiskinan ekstrem masih menjadi permasalahan di Indonesia, hingga saat ini. Dalam mengatasi permasalahan tersebut pemerintah menggelontorkan bantuan sosial atau bansos secara masif ke masyarakat. Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta angka kemiskinan ekstrem nol persen pada 2024.
Pelaksana harian (Plh) Pusat Strategi Kebijakan Kewilayahan, Kependudukan dan Pelayanan Publik Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Faisal Syarif, mengatakan perlu ada penguatan konsolidasi, integrasi dan kolaborasi antara kementerian atau lembaga, pemerintah daerah dan lembaga lain agar pemberian bansos tepat sasaran dan target nol persen tercapai tahun ini.
"Kami harap ke depan ada upaya penyempurnaan terhadap penanggulangan kemiskinan. Daerah yang memiliki kemiskinan ekstrem yang tinggi segera mempercepat penurunan sesuai kondisi masing-masihg," kata Faisal melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Rabu, 3 Juli 2024 malam.
Faisal mengatakan hal tersebut dalam acara Forum Diskusi Aktual (FDA) Strategi Percepatan Penurunan Angka Kemiskinan Ekstrem di Daerah yang digelar di kantor Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP2D) Provinsi Jawa Barat pada Rabu, 3 Juli 2024.
Berdasarkan catan Badan Pusat Statistik, persentase penduduk miskin ekstrem Indonesia pada Maret 2024 sebesar 0,83 persen. Angka tersebut turun 0,29 persen poin dibandingkan Maret 2023, yang mencapai 1,12 persen.
Ketua Tim Kebijakan Peningkatan Kapasitas dan Ekonomi pada Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Raden Muhammad Purnagunawan, mengatakan tantangan menanggulangi kemiskinan di Indonesia meliputi program perlindungan sosial yang masih terkendala kesalahan data dan program bansos yang kurang dan tidak merata.
"Bansos kita Rp 300.000 mau dari Aceh sampai Papua. Padahal kalau kami lihat biaya hidup masing-masing daerah itu bisa berbeda. Jadi saya sering mendengar kalau di Papua untuk mau ambil uang bansos mereka mengabil tiga bulan sekali karena ongkosnya tinggi. Hal hal tersebut mungkin ke depannya harus diperhatikan," tuturnya.
Menurutnya perlu ada kerja sama dari pemerintah pusat dan daerah khususnya agar pemberian bansos sesuai target dan tepat sasaran. "Pemerintah daerah yang paling dekat dengan masyarakat perlu tegas siapa yang bisa dimasukkan dan siapa yang harus dikeluarkan dari daftar penerima bansos," ujarnya.
Guru Besar Universitas Padjajaran, Nunung Nurwanti, mengatakan bila kemiskinan tidak segera diatasi akan memunculkan permasalahan seperti konflik, tindakan kriminal hingga tingginya angka stunting. "Upaya pengentasan kemiskinan harus disesuaikan dengan faktor penyebabnya sehingga hasilnya lebih efektif," ujarnya.