Keputusan MKD, Ketua Fraksi Partai Demokrat tidak Temukan Pelanggaran Kode Etik oleh Ketua MPR
Selasa, 25 Juni 2024 19:45 WIB
INFO NASIONAL – Ketua Fraksi Partai Demokrat Benny K. Harman mengaku kaget ketika mendapatkan berita Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) dijatuhkan hukuman oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI pada Senin, 25 Juni 2024. Bamsoet diputuskan MKD DPR RI terbukti melanggar kode etik anggota DPR RI dan diberikan sanksi ringan dengan teguran tertulis agar tidak mengulangi dan lebih berhati-hati dalam bersikap.
Menurut Benny substansi pembicaraan Ketua MPR Bamsoet seperti yang dipermasalahkan MKD DPR RI masih dalam batas kepantasan. Apa yang disampaikan Bamsoet merupakan hasil dari respon yang diperoleh dari perjalanan keliling bertemu dengan para ketua partai yang ingin kembali kepada UUD 1945.
“Dia menangkap pesan dari semua pimpinan, para elit politik dan menyampaikan itu ke publik. Saya berpendapat bahwa itu masih dalam batas kewajaran, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Itu tapsiran dia, ada juga tapsiran yang lain. Mungkin semangatnya perlu Amandemen UUD 1945, Amandemen ke-V. Itu sesungguhnya hal yang dibahas juga di kami, di Badan Kajian MPR,” tutur Benny di ruangannya di Gedung MPR/DPR, Selasa, 25 Juni 2024.
Apa yang disampaikan Bamsoet, kata Benny, adalah hal yang memang sedang dibahas di MPR. Dan hal itu memang terbuka untuk diperdebatkan, diwacanakan, dan didiskusikan. “Saya sebagai Ketua Fraksi Demokrat di MPR menghargai juga ada pandangan semacam itu yang perlu kita wacanakan.”
Sementara itu terkait dinyatakannya ada pelanggaran kode etik yang dilakukan Bamsoet, Benny mengatakan dia tidak menemukan pelanggaran itu. “Kode etik mana yang dilanggar oleh beliau. Nggak ada. Wong menyampaikan pendapat. Kecuali dia melakukan tindakan-tindakan di luar ketentuan aturan yang ditentukan dalam peraturan tata tertib. Sementara ini kan wacana.”
Menurut dia, kalaupun ada pelanggaran kode etik, maka pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Bamsoet tidak bisa dibawa ke MKD DPR. “Itu menyangkut kompetensi absolut,” tegasnya. “Ketua MPR kok diadili oleh MKD di DPR. Menurut saya itu keputusan yang sesat,” tambah dia.
Oleh karena itu, dia menilai apa yang dilakukan Ketua MPR untuk tidak menghadiri panggilan MKD DPR adalah tindakan yang tepat. “Karena MKD DPR salah alamat, forumnya salah. MKD DPR tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili pelanggaran kode etik seorang anggota ataupun pimpinan MPR.”
MKD DPR menurut dia tidak memiliki legal standing dan etic standing untuk mengadili pelanggaran kode etik yang ditenggarai oleh seorang anggota atau pimpinan MPR. “Jadi sesat. Oleh karena itu Keputusan MKD itu adalah keputusan yang sesat. Diabaikan saja.”
Benny mengatakan, perlu menyuarakan pendapatnya terkait keputusan MKD DPR karena ingin meluruskan utamanya dalam hal ketatanegaraan. “Saya hanya mau meluruskan supaya ketatanegaraan kita ini berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.” (*)