Anggota Komisi III DPR Bilang Seperti Macan Ompong, Ketua Dewas KPK Jawab Begini

Kamis, 6 Juni 2024 07:34 WIB

Ketua Majelis sidang etik Dewan Pengawas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean bersama dua anggota majelis Harjono (kanan) dan Syamsuddin Haris (kiri), menggelar sidang pembacaan surat putusan pelanggaran etik tanpa dihadiri terperiksa Wakil Ketua KPK, Nurul Gufron, di gedung ACLC KPK, Jakarta, Selasa, 21 Mei 2024. Dewas KPK menunda pembacaan putusan sidang etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada kasus penyalahgunaan wewenang berupa intervensi dalam mutasi ASN Kementerian Pertanian karena berdasarkan putusan sela dari PTUN Jakarta meminta Dewas KPK untuk menunda pemeriksaan etik Nurul Ghufron dan menunggu hasil putusan di PTUN berkekuatan tetap dan mengikat. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi atau Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean merespons pernyataan Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Benny K. Harman yang menilai Dewas KPK tampak seperti macan ompong dalam mengawasi para pimpinan lembaga antirasuah.

Menurut Tumpak Panggabean, Dewas KPK hanya dapat menyidangkan pihak yang masih menjadi bagian dari KPK.

“Etik kami hanya berlaku bagi insan KPK. Ketentuan di kami, kalau sudah bukan insan KPK lagi, kita enggak bisa (sidang etik). Dipanggil pun dia tidak mau datang, enggak ada upaya paksa di kami,” ujar Tumpak saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR di kompleks parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu, 5 Juni 2024.

Jawaban Tumpak ini merespons pernyataan Benny yang awalnya mengatakan bahwa Dewas dibentuk agar dapat melakukan tugas supervisi yang sebelumnya tidak berjalan di KPK. Namun, Benny menilai tugas itu tetap tidak dijalankan setelah adanya Dewas KPK.

“Makanya saya bilang Dewas ini seperti macan ompong,” kata Benny.

Advertising
Advertising

Benny turut menyoroti kinerja Tumpak yang dia anggap tak lagi disegani. Adapun Tumpak, yang juga mantan pimpinan KPK, turut hadir dalam RDP dengan Komisi III kali ini.

Benny menilai, Tumpak adalah sosok yang sangat ditakuti semasa menjabat sebagai pimpinan KPK dulu.

“Pak Tumpak tadi bilang bukan kami yang salah sebab undang-undang tidak mengatur sehingga kelihatannya Pak Tumpak yang dulu sangat ditakuti ketika pimpinan KPK, setelah jadi Dewas menjadi Pak Tumpak yang lemah-lunglai,” ucap anggota Fraksi Demokrat itu.

Benny memberikan contoh kasus etik mantan pimpinan KPK, Lili Pintauli, yang tidak diselesaikan oleh Dewas. Sebab, katanya, ketika itu Lili sudah terlebih dulu mengundurkan diri dari jabatannya sebelum sidang etik menjatuhkan vonis. Benny menilai, seharusnya Dewas tetap menyidangkan Lili meski dia sudah berhenti.

“Bapak Dewas tetap harus menyidangkan. Ini penting supaya tahu, publik tahu, ini orang melakukan pelanggaran kode etik. Sebab, jangan-jangan dia sengaja mundur, Pak Ketua," ujar Benny.

Dia berujar, kejadian tersebut bisa membuat publik bingung. Dewas KPK yang seharusnya mengawasi, lanjut Benny, malah bisa dianggap menjadi penjaga pimpinan KPK.

“Jangan-jangan Dewas suruh, 'Udah, kau berhenti saja supaya jangan disidangkan',” kata Benny.

Selanjutnya: Kesulitan akses data KPK

<!--more-->

Kesulitan akses data KPK

Dalam kesempatan itu, Tumpak mengungkapkan lembaganya kesulitan untuk mengakses data KPK. Tumpak mengatakan, masalah itu semakin terasa dalam kurun waktu dua tahun terakhir.

“Dalam dua tahun terakhir ini akses kami untuk mendapatkan data-data juga sudah mulai sulit,” kata Tumpak.

Tumpak mengatakan, Dewas harus mengikuti mekanisme birokrasi yang berlapis untuk mendapatkan data lembaga yang mereka awasi tersebut. Dia menyebutkan, birokrasi itu merupakan ketentuan dari komisioner KPK. Jika Dewas ingin mengakses data, kata Tumpak, pimpinan KPK harus terlebih dulu memberi persetujuan.

Proses ini, kata Tumpak, berbeda dengan mekanisme perolehan data sebelumnya. Tumpak berkata akses data di KPK seharusnya bisa didapatkan dengan lebih mudah. Menurut dia, selama ini pihaknya bisa dengan mudah mendapat data dan bisa meminta langsung kepada deputi. "Tolong ini kami minta. Sekjen tolong, ini kami minta, lalu dikasih. Tapi dalam dua tahun terakhir ini cara itu sudah ditutup, dan harus melalui Pimpinan KPK,” ujar Tumpak.

Tumpak pun menilai, kesulitan untuk mengakses data menghambat kinerja Dewas KPK. “Kami merasakan hal seperti ini sebagai kendala,” ucap dia. Selain itu, dia juga menyampaikan ada pimpinan KPK yang kerap melakukan perlawanan terhadap Dewas, khususnya ketika hendak diperiksa sehubungan dengan kasus dugaan pelanggaran etik.

Tumpak mengatakan perlawanan tersebut dilakukan sang pimpinan komisi antirasuah itu dengan melaporkan Dewas ke aparat penegak hukum.

“Salah seorang pimpinan KPK yang sedang diperiksa dalam persidangan etik oleh Dewan Pengawas atas laporan masyarakat justru melaporkan Dewan Pengawas ke aparat penegak hukum dengan tuduhan pencemaran nama baik,” ujar Tumpak.

Diketahui, seorang komisioner KPK melaporkan Dewas KPK ke Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri yakni berdasarkan Pasal 421 KUHAP tentang perbuatan penyelenggara negara memaksa untuk berbuat atau tidak berbuat dan Pasal 310 tentang pencemaran nama baik.

Tak hanya itu, sang komisioner KPK juga menggugat Dewas KPK ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Berdasarkan laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara: 142/G/TF/2024/PTUN.JKT. "Klasifikasi perkara: Tindakan administrasi pemerintah/tindakan faktual," sebagaimana dilansir Tempo dari laman SIPP PTUN Jakarta, Kamis, 25 April 2024.

Tumpak menyatakan perlawanan seperti itu adalah yang pertama dia alami selama bertugas di KPK. Sebelum menjadi Ketua Dewas, Tumpak juga pernah menjabat sebagai komisioner KPK periode pertama.

"Saya cukup lama juga bertugas di KPK karena saya termasuk pimpinan KPK yang pertama. Ini satu hal yang baru pimpinan KPK melaporkan Dewas melakukan tindak pidana ke Bareskrim, pencemaran nama baik dan penyalahgunaan kewenangan karena kami memanggil dan menyidangkan seorang pimpinan,” ujar Tumpak.

SULTAN ABDURRAHMAN

Pilihan Editor: Anggota Komisi Hukum DPR Sebut Dewas KPK Seperti Macan Ompong

Berita terkait

5 Poin Bahasan Delegasi Grup Kerja Sama Bilateral DPR RI ke Kazakhstan, Termasuk Soal Bebas Visa

4 jam lalu

5 Poin Bahasan Delegasi Grup Kerja Sama Bilateral DPR RI ke Kazakhstan, Termasuk Soal Bebas Visa

Kunjungan Delegasi Grup Kerja Sama Bilateral DPR RI ke Kazakhstan menegaskan pentingnya kerja sama bilateral, fokus ke bidang apa saja?

Baca Selengkapnya

Dugaan Korupsi PON 2024, Jubir: KPK Tidak Ikut Campur Dalam Investigasi yang Dilaksanakan Polri

4 jam lalu

Dugaan Korupsi PON 2024, Jubir: KPK Tidak Ikut Campur Dalam Investigasi yang Dilaksanakan Polri

KPK mengklaim belum menerima laporan dugaan korupsi dalam pelaksanaan PON XXI Aceh-Sumatera Utara 2024 untuk kemudian dilakukan penyidikan.

Baca Selengkapnya

Eks Penyelidik KPK Lihat Pola Peretasan Bjorka Muncul Setiap Ada Isu Besar Politik

9 jam lalu

Eks Penyelidik KPK Lihat Pola Peretasan Bjorka Muncul Setiap Ada Isu Besar Politik

Tak kurang 6 juta data NPWP kena peretasan dan dijual di dark web. Eks penyelidik KPK meilhat pola kemunculan hacker Bjorka seiring isu besar politik.

Baca Selengkapnya

6 Juta Data NPWP Bobol Termasuk Data Pajak Jokowi, Begini Tanggapan Pegiat Keamanan Siber Ciberity

9 jam lalu

6 Juta Data NPWP Bobol Termasuk Data Pajak Jokowi, Begini Tanggapan Pegiat Keamanan Siber Ciberity

Tak kurang dari 6 juta data NPWP jebol diretas dan dijual di dark web seharga Rp 150 juta. Data itu termasuk milik JOkowi, Gibran, dan 23 pejabat lain

Baca Selengkapnya

KPK Umumkan Hasil Analisis Gratifikasi Jet Pribadi Kaesang Pangarep Pekan Depan

23 jam lalu

KPK Umumkan Hasil Analisis Gratifikasi Jet Pribadi Kaesang Pangarep Pekan Depan

KPK segera mengumumkan hasil analisis dugaan gratifikasi Kaesang Pangarep yang menggunakan pesawat jet pribadi untuk ke Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya

Delegasi Grup Kerja Sama Bilateral DPR Kunjungan ke Kazakhstan, Apa Hasilnya?

1 hari lalu

Delegasi Grup Kerja Sama Bilateral DPR Kunjungan ke Kazakhstan, Apa Hasilnya?

Delegasi Grup Kerja Sama Bilateral DPR RI dipimpin I Wayan Sudirta melaksanakan kunjungan kerja ke Astana, ibu kota Kazakhstan. Apa tujuannya?

Baca Selengkapnya

150 Laporan Analisis PPATK Tak Ditindaklanjuti KPK: Kasus Pertambangan hingga Proyek Pemerintah

1 hari lalu

150 Laporan Analisis PPATK Tak Ditindaklanjuti KPK: Kasus Pertambangan hingga Proyek Pemerintah

PPATK mempertanyakan 150 laporan hasil analisis mereka yang tidak ditindaklanjuti KPK. Nilainya disebut mencapai ribuan triliun

Baca Selengkapnya

Pesan Puan Maharani untuk Anggota DPR-DPD Terpilih di Pemilu 2024

1 hari lalu

Pesan Puan Maharani untuk Anggota DPR-DPD Terpilih di Pemilu 2024

Ketua DPR Puan Maharani Maharani mewanti-wanti agar para anggota dewan terpilih bisa melakukan intervensi kebijakan negara yang efektif.

Baca Selengkapnya

BPS Sebut Indeks Kepuasan Haji 2024 Sangat Memuaskan, Pansus: Akan Lebih Baik Timwas Dilibatkan

1 hari lalu

BPS Sebut Indeks Kepuasan Haji 2024 Sangat Memuaskan, Pansus: Akan Lebih Baik Timwas Dilibatkan

Anggota Pansus Haji DPR Wisnu Wijaya mengatakan survei BPS soal penyelenggaraan Haji 2024 sebaiknya mengikutsertakan tim pengawas haji.

Baca Selengkapnya

Lemhanas Gelar Pembekalan Nilai Kebangsaan untuk Anggota DPR Terpilih

1 hari lalu

Lemhanas Gelar Pembekalan Nilai Kebangsaan untuk Anggota DPR Terpilih

Lemhanas melakukan kegiatan pemantapan nilai-nilai kebangsaan kepada 269 calon anggota DPR terpilih periode 2024-2029.

Baca Selengkapnya