Alasan Apindo Konsisten Tolak Kebijakan Iuran Tapera Sejak Tahun 2016

Rabu, 29 Mei 2024 15:45 WIB

Pekerja tengah menyelesaikan proyek pembangunan rumah subsidi di kawasan Sukawangi, Bekasi, Jawa Barat, Senin, 6 Februari 2023. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. targetkan 182.250 unit KPR FLPP dan Tapera, seiring dengan rasio jumlah kebutuhan rumah (backlog) masih tinggi mencapai 12,75 unit. Tempo/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menolak kebijakan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 yang mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 202 terkait dengan Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera.

Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani mengatakan telah menolak Tapera sejak delapan tahun lalu. Seperti diketahui, Tapera diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 2016 mengenai Tabungan Perumahan Rakyat. "Sejak munculnya UU No. 4 Tahun 2016 tentang ‘Tabungan Perumahan Rakyat’ Apindo dengan tegas telah menolak diberlakukannya UU tersebut,” ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, dilansir dari Antara, Selasa, 28 Mei 2024.

Program Tapera menurut Shinta akan memberatkan beban iuran di kedua pihak yaitu pelaku usaha dan juga pekerja atau buruh. Apindo juga sudah melakukan diskusi, koordinasi, bahkan mengirimkan surat kepada Presiden untuk mempertimbangkan Tapera.

Shinta sebagai bagian dari Apindo yang juga mendukung kesejahteraan perumahan bagi pekerja menganggap PP tersebut meniru atau menduplikasi program sebelumnya, yaitu Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek.

"Tambahan beban bagi pekerja 2,5 persen dan pemberi kerja 0,5 persen dari gaji yang tidak diperlukan karena bisa memanfaatkan sumber pendanaan dari dana BPJS Ketenagakerjaan," jelasnya.

Advertising
Advertising

Dari sudut pandang Apindo, pemerintah seharusnya mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan saja. Hal ini sesuai dengan PP maksimal 30 persen atau Rp138 triliun maka dana sebesar 460 Triliun sebagai aset JHT dapat berguna untuk program MLT perumahan pekerja.

Tapera sendiri justru menambah beban bagi para pemberi kerja dan pekerja sebab menambah beban pungutan yang ditanggung oleh pemberi kerja sebesar 18,24-19,74 persen dari penghasilan pekerja dengan rincian, yakni Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, yakni Jaminan Hari Tua 3,7 persen; Jaminan Kematian 0,3 persen; Jaminan Kecelakaan Kerja 0,24-1,74 persen; dan Jaminan Pensiun 2 persen.

Tidak hanya itu, pemberi kerja juga harus menanggung Jaminan Sosial Kesehatan sebesar 4 persen dan Cadangan Pesangon sesuai dengan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) sekitar 8 persen. Menurut Shinta hal ini semakin buruk karena adanya depresiasi rupiah dan lemahnya permintaan pasar.

"Beban ini semakin berat dengan adanya depresiasi rupiah dan melemahnya permintaan pasar," ujar Shinta.

Menurut Anggota Komisi V DPR RI sekaligus legislator dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera atau PKS, Suryadi Jaya Purnama, dampak lain yang sepertinya terlupakan adalah tidak memperhatikan Gen Z khususnya yang kelas menengah yang seharusnya dapat menjadi penggerak utama pembangunan Jangka Panjang.

Ia juga menyebutkan bahwa aturan tersebut akan membebani kelas menengah yang penghasilannya melebihi kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah atau MBR tetapi pas-pasan untuk membeli rumah non subsidi.

Impian mereka untuk punya rumah sendiri akan menjadi semakin sulit terwujud karena penghasilannya tak pernah cukup untuk mencicil KPR. Dan tidak mungkin harus menunggu lama pensiun atau berusia 58 tahun baru dapat membeli rumah," ujar Anggota DPR RI dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat I ini.

PP Nomor 25 Tahun 2020 sebelumnya menyebutkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi para pekerja untuk mendapatkan Tapera. “Dalam aturan PP No. 25/2020 (tidak direvisi) disebutkan bagi Peserta non-MBR, maka uang pengembalian simpanan dan hasil pemupukannya dapat diambil setelah kepesertaan Tapera-nya berakhir, yaitu karena telah pensiun, telah mencapai usia 58 tahun bagi Pekerja Mandiri; meninggal dunia; atau tidak memenuhi lagi kriteria sebagai peserta selama 5 tahun berturut-turut," kata Suryadi lewat keterangan tertulis, Selasa, 28 Mei 2024.

ADINDA ALYA IZDIHAR | EKA YUDHA SAPUTRA | ANTARA

Pilihan Editor: Berikut Syarat Agar Uang Tapera Masyarakat Bisa Dicairkan

Berita terkait

Terkini Bisnis: Harga Tanah di Sekitar Rumah Pensiun Jokowi, Profil Menkominfo Budi Arie

1 jam lalu

Terkini Bisnis: Harga Tanah di Sekitar Rumah Pensiun Jokowi, Profil Menkominfo Budi Arie

Berapa harga tanah di Colomadu Karanganyar, Jawa Tengah, tempat dibangunnya rumah pensiun Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

Baca Selengkapnya

Ribuan Buruh Akan Demo di Depan Istana Besok, Siapkan 7 Tuntutan

3 jam lalu

Ribuan Buruh Akan Demo di Depan Istana Besok, Siapkan 7 Tuntutan

Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan unjuk rasa ini merespons berbagai kasus, termasuk PHK buruh di industri tekstil.

Baca Selengkapnya

Dewan Jaminan Sosial Nasional Periode 2024-2029 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

4 hari lalu

Dewan Jaminan Sosial Nasional Periode 2024-2029 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Seleksi Dewan Jaminan Sosial Nasional dibuka untuk anggota dari unsur tokoh atau ahli, organisasi pengusaha dan buruh.

Baca Selengkapnya

40 Organisasi Buruh Berdemo Desak Pemerintah Cabut PP Tapera

4 hari lalu

40 Organisasi Buruh Berdemo Desak Pemerintah Cabut PP Tapera

Kaum buruh mendesak pemerintah segera mencabut peraturan tentang tabungan perumahan rakyat atau Tapera. Desakan ini disampaikan buruh di pelataran kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, siang ini, Kamis, 27 Juni 2024.

Baca Selengkapnya

Badai PHK Bayang-bayangi Industri Tekstil, Konfederasi Serikat Buruh: Harusnya Pemerintah Bisa Hadir

4 hari lalu

Badai PHK Bayang-bayangi Industri Tekstil, Konfederasi Serikat Buruh: Harusnya Pemerintah Bisa Hadir

Ketua Umum Konfederasi Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Sunarno buka suara mengenai isu badai PHK di sektor industri tekstil.

Baca Selengkapnya

Terkini Ekbis: BPK Sebut OJK Rugikan Negara 400 miliar, IKN Sudah Habiskan 72 triliun, dan Dua Perusahaan Tambang Batalkan Investasi Nikel

4 hari lalu

Terkini Ekbis: BPK Sebut OJK Rugikan Negara 400 miliar, IKN Sudah Habiskan 72 triliun, dan Dua Perusahaan Tambang Batalkan Investasi Nikel

Terkini Ekonomi dan Bisnis: temuan BPK soal OJK yang merugikan Negara Rp 400 miliar lalu, Sri Mulyani membeberkan IKN sudah habiskan anggaran Rp 72,5

Baca Selengkapnya

Buruh Demo Tolak Tapera ke Kemenkeu, Ini Deretan Tuntutannya

4 hari lalu

Buruh Demo Tolak Tapera ke Kemenkeu, Ini Deretan Tuntutannya

Sejumlah massa aksi akan berunjuk rasa menolak kebijakan Tapera di Kemenkeu siang ini. zApa saja tuntutan mereka?

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Upaya Jokowi Menolong Industri Tekstil dari Kebangkrutan, Pontjo Sutowo Kalah Lagi dalam Sengketa Lahan Hotel Sultan

6 hari lalu

Terpopuler: Upaya Jokowi Menolong Industri Tekstil dari Kebangkrutan, Pontjo Sutowo Kalah Lagi dalam Sengketa Lahan Hotel Sultan

Presiden Jokowi mengumpulkan sejumlah menteri di Istana Kepresidenan pada Selasa, 25 Juni 2024 untuk rapat tentang industri tekstil yang ambruk.

Baca Selengkapnya

Kurs Rupiah Melemah, Apindo: Indonesia yang Terparah Dibanding 5 Negara ASEAN

6 hari lalu

Kurs Rupiah Melemah, Apindo: Indonesia yang Terparah Dibanding 5 Negara ASEAN

Apindo mencatat deprisiasi nilai tukar rupiah adalah yang terparah di 5 negara ASEAN. Apa saja dampaknya bagi industri?

Baca Selengkapnya

UU Tapera Digugat ke MK, Begini Bunyi Pasal yang Dimasalahkan dan Detail Gugatannya

8 hari lalu

UU Tapera Digugat ke MK, Begini Bunyi Pasal yang Dimasalahkan dan Detail Gugatannya

Kebijakan soal seluruh pekerja wajib membayar iuran Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera yang menuai polemik akhirnya digugat ke MK.

Baca Selengkapnya