KSPSI Sebut Iuran Tapera Jadi Modus Bancakan yang Dilegalkan: Pemerintah Kejam
Reporter
Amelia Rahima Sari
Editor
Devy Ernis
Selasa, 28 Mei 2024 19:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kubu Jumhur Hidayat menyoroti kebijakan pemerintah tentang tabungan perumahan rakyat alias Tapera. Ketua Umum DPP KSPSI Jumhur Hidayat mengatakan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2024 tentang Tapera memaksa buruh dan pengusaha untuk melakukan iuran setiap bulan.
Dia menyebut, kebijakan ini lebih banyak merugikan bagi buruh. Sebab, uang buruh bahkan pengusaha akan mengendap hingga usia 58 tahun. "Pemerintah ini senangnya ngumpulin duit rakyat, terus dari duit itu digoreng-goreng dalam berbagai instrumen investasi," kata Jumhur dalam keterangan resminya pada Selasa, 28 Mei 2024.
Dia pun mengungkit kasus korupsi hingga perusahaan asuransi pelat merah Asabri dan Jiwasraya yang mencapai belasan hingga puluhan triliun rupiah. Belum lagi, kata Jumhur, dana BPJS Ketenagakerjaan yang sempat rugi walau disebut unrealized loss.
Jumhur melanjutkan, dana iuran Tapera dikumpulkan sebesar 2,5 persen dari gaji buruh dan 0,5 persen dari pengusaha. Dengan rata-rata upah di Indonesia Rp 2,5 juta dan 58 juta pekerja formal, dia menilai akan terkumpul dana sekitar Rp 50 triliun setiap tahunnya untuk dikelola oleh BP Tapera.
“Ini dana yang luar biasa besar dan pastinya menjadi bancakan para penguasa dengan cara digoreng-goreng di berbagai instrumen investasi," tutur Jumhur.
Sementara itu, kata dia, kaum buruh yang wajib setor tiap bulan sama sekali tidak tahu manfaat iuran tersebut bagi mereka. Selain itu, Jumhur menyebut buruh sudah mendapatkan banyak potongan dalam gaji mereka.
"Masa mau dipotong lagi? Kejam amat sih pemerintah ini!" ujar Jumhur.
Menurut Jumhur, kalau pemerintah berniat baik agar rakyat memiliki rumah, ada banyak cara yang bisa dilakukan. Misalnya, pengadaan tanah yang murah, subsidi bunga dan skema tanpa uang muka, bahkan bisa juga mecarikan teknologi material yang bagus dan murah untuk perumahan.
"Kalau di otaknya ngebancak duit rakyat ya begitulah hasilnya, aturan-aturan yang diterbitkan ujung-ujungnya ngumpulin duit rakyat yang bertenor puluhan tahun, agar duitnya yang puluhan bahkan ratusan triliun bisa digoreng-goreng," kata Jumhur.
Pilihan Editor: Nadiem Terbitkan Surat Imbauan Pembatalan UKT dan IPI untuk PTN, Ini Detailnya