Kilas Balik Hak Angket KPK pada Era Presiden Jokowi

Editor

Nurhadi

Jumat, 23 Februari 2024 18:19 WIB

Suasana rapat dengar pendapat Pansus Hak Angket KPK dengan Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Aris Budiman di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 29 Agustus 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Akhir-akhir ini ramai soal usulan melakukan pengusutan dugaan pelanggaran Pemilu 2024 melalui hak angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Wacana itu diusulkan oleh calon presiden nomor urut 03, Ganjar Pranowo, yang kemudian didukung calon presiden nomor urut 01, Anies Baswedan.

Dari catatan Tempo, pada era Sukarno, Soeharto, Abdurrahman Wahid, hingga Megawati Soekarnoputri, sedikitnya DPR menggunakan hak angket sekali. Lalu yang terbanyak di era Sosilo Bambang Yudhoyono, yakni hingga lima kali. Lantas, bagaimana penggunaan hak angket DPR di era Presiden Joko Widodo atau Jokowi?

Hingga di ujung pemerintahan Presiden Jokowi, DPR baru sekali mengajukan hak angket, yakni hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2017. Pengajuan hak angket itu buntut KPK menyelidiki kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP yang melibatkan Ketua DPR RI saat itu, Setya Novanto.

Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan hak angket tersebut disetujui setelah sidang paripurna yang digelar pada akhir April tahun itu. Meski muncul berbagai penolakan keras dalam rapat tersebut, usul penggunaan hak angket tetap disetujui palu oleh pemimpin rapat Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Menurut ICW, keputusan itu terkesan diambil secara terburu-buru dan dipaksakan.

“Keputusan yang diambil oleh sejumlah anggota Dewan dalam pengesahan usul hak angket itu sangat terkesan terburu-buru dan dipaksakan. Tampaknya, penolakan yang dilontarkan sebagian anggota Dewan lain tidak digubris oleh pimpinan. Di samping itu, pengguliran hak angket dinilai penuh kejanggalan dan salah sasaran,” tulis Tibiko Zabar Pradano, pegiat ICW.

Advertising
Advertising

Dilansir dari laman Mahkamah Konstitusi (MK), Komisioner KPK saat itu, Laode Muhammad Syarif, mengungkapkan latar belakang munculnya hak angket DPR terhadap KPK tersebut. Penyampaian keterangan ini dilakukan Laode sebagai pihak terkait dalam uji aturan hak angket DPR dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 yang digelar pada Kamis, 29 September 2017.

Bergulirnya wacana hak angket berawal dari persidangan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) pada 30 Maret 2017. Dalam persidangan tersebut muncul sejumlah nama yang disebut karena menekan Miryam S. Haryani, anggota DPR yang menjadi saksi pada saat itu dan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK perihal pemberian keterangan palsu.

Laode mengungkapkan munculnya Pansus Hak Angket terhadap KPK bermula dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilakukan Komisi III DPR bersama KPK pada 18 hingga 19 April 2017. RDP tersebut membahas mengenai berbagai hal seperti ihwal independensi penyidik, manajemen penyidikan sampai dengan laporan Badan Pemeriksa Keuangan yang berjalan dengan lancar.

Tetapi, kata Laode, pada kesimpulan terakhir, Komisi III DPR meminta KPK melakukan klarifikasi dengan membuka rekaman berita acara pemeriksaan atas nama Miryam S. Haryani. Komisi III DPR hendak mengetahui tentang penyebutan sejumlah nama anggota dewan. Pimpinan KPK dan seluruh pegawai KPK yang hadir pada Rapat Dengar Pendapat tersebut menolaknya.

“Karena kami menganggap itu adalah bukan dalam ranah laporan atau dengar pendapat, tetapi itu adalah ranah pro justitia, sehingga kami tidak bisa menyerahkannya kepada Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat. Komisi III tetap mendesak, serta menyampaikan akan melakukan angket apabila KPK menolak membuka rekaman tersebut,” terang Laode.

Selain itu, Laode menyebut penggunaan angket oleh DPR terhadap KPK menjadi tidak proporsional dan kehilangan kebijakan rasionalitas. Menurut dia, menjadi bias apabila substansi yang terkait dengan penegakan hukum, apalagi yang berkaitan dengan perkara pidana yang seharusnya diproses dalam area hukum melalui sistem peradilan pidana, kemudian dibawa ke ranah politik.

Kata Laode, penggunaan hak angket DPR terhadap KPK sebagai lembaga independen akan menjadi catatan sejarah penting dalam penegakan hukum dan sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia. Pihaknya meyakini, jika penggunaan hak angket terhadap KPK tak dihentikan, peristiwa ini akan menjadi gerbang bagi legislatif untuk terus mencampuri kerja penegakan hukum di Tanah Air.

ICW mengungkapkan ulah DPR ini bukanlah yang pertama. Paling tidak selama 2017, DPR telah tiga kali melakukan manuver terhadap pemberantasan korupsi, seperti wacana revisi UU KPK yang kembali bergulir melalui sosialisasi Badan Keahlian DPR ke sejumlah perguruan tinggi di Indonesia dan penolakan pencekalan terhadap Ketua DPR Setya Novanto oleh KPK.

“Melihat fenomena dan rentetan manuver DPR yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi, tentu tak mengherankan jika masyarakat menganggap hak angket hanyalah akal-akalan sejumlah anggota Dewan. Rakyat melihat hal ini sebagai upaya menghambat penuntasan kasus korupsi yang tengah ditangani KPK,” tulis Tibiko.

Dikutip dari studi Hak Angket DPR, KPK dan Pemberantasan Korupsi dalam jurnal Integritas, Putusan MK Nomor 36/PUUXV/2017 menolak permohonan untuk menyatakan bahwa KPK bukan sebagai objek hak angket DPR, atau dalam bahasa lebih sederhana, KPK adalah objek hak angket DPR. Putusan itu berimplikasi bahwa penggunaan hak angket DPR terhadap KPK pada 2017 adalah konstitusional.

Pada 14 Februari 2018, Panitia Angket DPR terhadap KPK telah memberikan laporan dan memberikan rekomendasi dalam empat bidang.

Pertama, rekomendasi dalam aspek kelembagaan, KPK diminta:

1. Menyempurnakan struktur organisasi KPK.

2. Meningkatkan kerja sama dengan lembaga penegak hukum serta lembaga lainnya dalam pemberantasan korupsi.

3. Membentuk lembaga pengawas independen dari unsur internal dan eksternal KPK.

Kedua, rekomendasi dalam aspek kewenangan, KPK diminta:

1. Menjalankan tugas koordinasi serta supervisi dengan Kepolisian dan Kejaksaan sebagai “counterpartner” yang kondusif dalam pemberantasan korupsi.

2. Agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan hukum acara pidana serta perlindungan saksi dan korban dalam penindakan korupsi.

3. Melakukan tindakan pencegahan yang sistemik untuk mencegah korupsi terulang kembali.

Ketiga, dalam aspek anggaran, KPK diminta:

1. Meningkatkan dan memperbaiki tata kelola anggaran sesuai dengan hasil rekomendasi BPK.

Keempat, dalam aspek tata kelola sumber daya manusia (SDM), KPK diminta:

1. Memperbaiki tata kelola SDM dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang SDM/Kepegawaian.

2. Semakin transparan dan terukur dalam proses pengangkatan, promosi, mutasi, rotasi hingga pemberhentian SDM KPK.

KPK menyatakan menghormati rekomendasi, namun memberikan pernyataan berbeda pendapat. KPK menolak pembentukan lembaga pengawas independen yang menurut lembaga independen ini terkesan mengada-ada. Kala itu, salah satu anggota DPR mengatakan jika rekomendasi Panitia Angket tidak ditindaklanjuti, maka DPR mengancam akan mempergunakan hak interpelasi dan hak menyatakan pendapat.

KORAN TEMPO

Pilihan Editor: Yusril Sarankan Sengketa Pemilu ke MK bukan Hak Angket, Ini Alasannya

Berita terkait

Rahmady Effendy Akui Dibebastugaskan dari Jabatan Kepala Bea Cukai Purwakarta, Usai Dilaporkan ke KPK

4 menit lalu

Rahmady Effendy Akui Dibebastugaskan dari Jabatan Kepala Bea Cukai Purwakarta, Usai Dilaporkan ke KPK

Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean membenarkan dirinya saat ini telah dibebastugaskan dari jabatannya lantaran sedang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

Baca Selengkapnya

Saat Jokowi Sapa Warga, Bagi Kaos, hingga Makan Nasi Goreng di Kendari

8 menit lalu

Saat Jokowi Sapa Warga, Bagi Kaos, hingga Makan Nasi Goreng di Kendari

Kehadiran Jokowi ke mall The Park, Kendari, disebut mengejutkan banyak pengunjung yang sedang menikmati waktu mereka di pusat perbelanjaan.

Baca Selengkapnya

Rangkaian Kasus TPPU yang Menjerat Abdul Ghani Kasuba Eks Gubernur Maluku Utara

28 menit lalu

Rangkaian Kasus TPPU yang Menjerat Abdul Ghani Kasuba Eks Gubernur Maluku Utara

KPK kembali menetapkan eks Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba sebagai tersangka dalam kasus dugaan TPPU dengan nilai mencapai Rp 100 miliar.

Baca Selengkapnya

ICW NIlai Komposisi Pansel KPK Rawan Konflik Kepentingan

46 menit lalu

ICW NIlai Komposisi Pansel KPK Rawan Konflik Kepentingan

ICW mengatakan Presiden Jokowi harus memastikan para anggota Pansel KPK nantinya tak memiliki konflik kepentingan dan intervensi keputusan.

Baca Selengkapnya

Orang-orang Dekat Jokowi di Bursa Pilkada 2024

48 menit lalu

Orang-orang Dekat Jokowi di Bursa Pilkada 2024

Beberapa nama yang ada di lingkaran Presiden Jokowi bakal memeriahkan Pilkada 2024 dari Bobby Nasution hingga Tim Asisten Pribadi Iriana.

Baca Selengkapnya

Komisi VII DPR Sebut Beri Izin Tambang ke Ormas Sebagai Reward Berjasa kepada Rezim Tidak Sehat

8 jam lalu

Komisi VII DPR Sebut Beri Izin Tambang ke Ormas Sebagai Reward Berjasa kepada Rezim Tidak Sehat

Anggota DPR mengatakan penerbitan izin tambang atau IUP kepada ormas tertentu tidak sehat bagi iklim pertambangan nasional

Baca Selengkapnya

Kementerian Keuangan Bebastugaskan Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi Usai Dilaporkan ke KPK

12 jam lalu

Kementerian Keuangan Bebastugaskan Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi Usai Dilaporkan ke KPK

Direktorat Jenderal Bea Cukai telah membebatugaskan Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy sejak 9 Mei 2024

Baca Selengkapnya

Kata Gerindra soal Jokowi Bisa Jadi Penasihat Prabowo via Dewan Pertimbangan Agung

15 jam lalu

Kata Gerindra soal Jokowi Bisa Jadi Penasihat Prabowo via Dewan Pertimbangan Agung

Wacana Jokowi menjadi penasihat Prabowo sudah beberapa kali mencuat. DPA bisa jadi bentuk formal presidential club yang ingin diinisiasi Prabowo.

Baca Selengkapnya

Pendapat Pakar Soal Peluang Artis Jadi Menteri di Kabinet Prabowo

16 jam lalu

Pendapat Pakar Soal Peluang Artis Jadi Menteri di Kabinet Prabowo

Pakar memperkirakan Prabowo akan berhati-hati dalam memilih menteri agar tidak ada kesalahan saat bertugas nanti.

Baca Selengkapnya

Pemerintah dan DPR Bakal Rapat soal Revisi UU MK Pekan Depan

17 jam lalu

Pemerintah dan DPR Bakal Rapat soal Revisi UU MK Pekan Depan

Hal yang krusial dari revisi UU MK ini adalah mengenai peralihan hakim Mahkamah Konstitusi.

Baca Selengkapnya