Beda Respons Timnas Amin, TKN Prabowo-Gibran, dan TPN Ganjar-Mahfud soal Dirty Vote
Reporter
Tempo.co
Editor
Andry Triyanto Tjitra
Senin, 12 Februari 2024 10:06 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Penayangan film dokumenter Dirty Vote pada Ahad kemarin, 11 Februari 2024 mendapat respons dari kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden peserta Pilpres 2024. Masing-masing kubu memiliki pandangan tersendiri. Apa tanggapan mereka?
Timnas Amin: Sumber pengetahuan masyarakat
Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau Timnas Amin mengapresiasi film Dirty Vote yang menyoroti berbagai kecurangan di Pemilu 2024.
Juru Bicara Timnas Amin Iwan Tarigan mengatakan, film tersebut menjadi sumber pengetahuan untuk masyarakat soal politik di Tanah Air.
“Film Dokumenter ini memberikan pendidikan kepada masyarakat bagaimana politisi kotor telah mempermainkan publik hanya untuk kepentingan golongan dan kelompok mereka,” kata Iwan melalui keterangan tertulis pada Ahad, 11 Februari 2024.
Iwan menyatakan film tersebut telah secara terang benderang mengungkap kecurangan yang terjadi dalam proses Pemilu 2024.
Film dokumenter itu, kata Iwan, bisa membantu masyarakat melihat bagaimana penguasa kotor, culas, dan tidak beretika mempermainkan demokrasi untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan kelompoknya.
Hal tersebut mencakup para penguasa baik di cabang eksekutif, Mahkamah Konstitusi, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kepolisian, pemerintah daerah, hingga kepala desa.
Iwan pun meyakini bahwa memang telah terjadi kecurangan yang luar biasa dalam Pemilu kali ini. Kecurangan itu, kata dia, tidak didesain dalam semalam dan juga tidak didesain sendirian. “Tetapi terencana dengan baik dan butuh waktu yang tidak sebentar dan dana yang sangat besar,” ucap dia.
Meski mengatakan kecurangan itu direncanakan banyak orang, Timnas Amin menduga ada satu pihak yang bertanggung jawab atas desain kecurangan yang sudah disusun bersama-sama. “Yakni pihak yang sedang memegang kunci kekuasaan di mana ia dapat menggerakkan aparatur dan anggaran,” kata Iwan.
Timnas Amin pun mengimbau agar masyarakat dapat menghukum orang-orang yang bertanggung jawab atas kecurangan yang masif tersebut.
“Kami meminta agar masyarakat menghukum penguasa atas perilaku mereka dan kita harus menyelamatkan demokrasi dan Indonesia dari tangan tangan politisi kotor, jahat, dan culas,” ujar Iwan.
Selanjutnya: TKN Prabowo-Gibran: Bernada fitnah
<!--more-->
TKN Prabowo-Gibran: Sesuatu bernada fitnah
Sementara Wakil Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman mempersoalkan film dokumenter yang mengungkap berbagai dugaan kecurangan Pemilu.
“Sebagian besar yang disampaikan film itu adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang bernada asumtif dan sangat tidak ilmiah. Saya mempertanyakan kapasitas tokoh-tokoh yang ada di film itu,“ kata Wakil Ketua TKN Prabowo Gibran, Habiburokhman, di Media Center TKN Prabowo Gibran, Jalan Sriwijaya 1 Nomor 16, Jakarta Selatan, Ahad, 11 Februari 2024.
Ia merasa film itu memiliki tendensi dan keinginan untuk mendegradasi Pemilu 2024 dengan narasi yang menurutnya sangat dasar. Menurut dia, rakyat juga paham pihak mana yang melakukan kecurangan serta Presiden Jokowi yang berkomitmen menegakkan demokrasi.
“Kalau film itu disampaikan oleh saudara Zainal Arifin Muchtar (Peneliti Hukum Tata Negara UGM) agar rakyat menjadikan film itu sebagai dasar penghukuman, justru kami khawatir rakyat yang akan menghukum mereka. Dengan cara rakyat sendiri,” katanya.
Habiburokhman mengatakan TKN Prabowo-Gibran juga menyoroti pernyataan Akademisi Hukum Universitas Andalas Feri Amsari yang mengatakan penunjukan 20 penjabat kepala daerah di 20 provinsi.
“Ini dikaitkan dengan jumlah DPT 140 juta suara yang ekuivalen lebih dari setengah dari jumlah pemilih di seluruh Indonesia. Narasi ini sangat tak ilmiah dan sangat tak masuk akal,” kata dia.
Ia mempertanyakan keabsahan seorang penjabat kepala daerah bisa memastikan seluruh pemilih di daerah masing-masing untuk memilih sesuai yang dikehendaki Presiden Jokowi.
“Logikanya bagaimana? Itukan benar-benar narasi yang sangat spekulatif dan lemah secara argumen, makanya jauh dari yang namanya ilmiah. Saya ragu dia doktor, oh belum doktor ya? Jadi ilmunya belum sampai ke tingkat yang filosofis. Cara berpikirnya sangat patut dipertanyakan,” ujar Habiburokhman.
Ia juga meragukan pernyataan ahli hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, yang menyatakan ingin terlibat dalam film ini karena banyak orang yang akan makin paham bahwa memang telah terjadi kecurangan yang luar biasa sehingga pemilu ini tak bisa dianggap baik-baik saja.
“Pernyataan ini benar-benar tak berdasar, tak disebut peristiwa kecurangan yang mana, peristiwa yang mana, apa buktinya. Bagaimana status pelaporannya, dan bagaimana status penanganan perkaranya,” kata dia.
Menurut dia, jika ingin bicara soal kecurangan, maka harus faktual. Habiburokhman mempertanyakan landasan Bivitri bisa mengatakan ada kecurangan. “Apa luar biasanya. Kalau ada satu dua yang melakukan pelanggaran apakah sudah diproses secara hukum. Jadi ini lagi-lagi murni asumsi, ya,” ujarnya.
Selanjutnya: TPN Ganjar-Mahfud: Bagus untuk pendidikan politik masyarakat
<!--more-->
TPN Ganjar-Mahfud: Bagus untuk pendidikan politik
Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, menyebut film dokumenter itu bagus untuk pendidikan politik masyarakat.
“Banyak hal-hal positif dalam film itu walaupun anda tentu boleh tidak setuju, tapi film ini pendidikan politik yang bagus. Pendidikan politik yang penting bagi masyarakat untuk punya kemelekan memahami dinamika politik di Indonesia,” kata Todung di Media Center Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta Pusat, pada Ahad, 11 Februari 2024.
Selain itu, Todung menginginkan tidak ada pihak yang membawa perasaan atau baper terhadap film itu. Menurut dia, kritik harus dibalas dengan kritik.
“Yang saya tidak mau adalah jangan baperan kalau dikritik, banyak orang baperan kalau dikritik. Baperan ini berbahaya kalau ada merasa tidak setuju dengan film itu bantah saja dengan film lain. Kritik mesti dibalas satu kritik yang lain,” kata Todung.
Tak hanya itu, Todung juga tidak menginginkan diluncurkan film ini berbuntut pada laporan kepolisian atau kriminalisasi. Todung menilai kriminalisasi bisa membunuh kreativitas dan demokrasi.
“Kita ini bisa kuat karena punya demokrasi, dan inilah yang jadi taruhan kita ke depan sebagai bangsa dan negara,” kata Todung.
Diketahui, Dirty Vote mulai tayang di akun YouTube Dirty Vote para Ahad, 11 Februari 2024. Film dokumenter ini dibintangi oleh tiga ahli hukum tata negara yaitu Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari.
Mereka memaparkan sejumlah data dan mengurai pelanggaran hukum serta kecurangan Pemilu 2024 dalam film berdurasi 1 jam 55 menit 22 detik itu.
Ada sebanyak 20 lembaga yang terlibat dalam pembuatan film tersebut, di antaranya Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Greenpeace Indonesia, Indonesia Corruption Watch, LBH Pers, YLBHI, dan lainnya.
RIRI RAHAYU | ADIL AL HASAN | SULTAN ABDURRAHMAN
Pilihan Editor: Dirty Vote Ungkap Dugaan Kecurangan Jokowi, Salurkan Bansos Mendadak, Kerahkan Polisi Hingga Tekan Kepala Desa