Kapolda Sumut Optimalkan Restorative Justice dalam Penyelesaian Perkara
Reporter
Sharisya Kusuma Rahmanda
Editor
S. Dian Andryanto
Selasa, 5 September 2023 19:07 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara atau Kapolda Sumut Irjen Pol. Agung Setya Imam Effendy menganjurkan seluruh kepolisian dalam jajarannya baik polsek maupun polres bisa melakukan pengoptimalan restorative justice dalam menyelesaikan suatu perkara.
Restorative justice atau metode penyelesaian hukum tanpa pengadilan ini merupakan anjuran sekaligus instruksi dari Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, yang menjadi pintu bagi masyarakat agar keadilan itu tidak hanya ditegakkan, tetapi juga dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
“Sejatinya kita ingin menghadirkan tadi rasa keadilan yang bisa dirasakan yang kita dorong melalui restorative justice bisa terwujud. Sehingga bisa dipahami bagaimana masyarakat bahwa restorative justice ini tidak berlaku untuk semua perkara,” kata Agung dalam keterangan resmi yang diberikannya pada Senin, 4 Agustus 2023.
Melalui keterangan tersebut, sejatinya perlu diberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa meskipun penyelesaian masalah melalui restorative justice sangat dianjurkan, tetapi ini tidak bisa diberlakukan untuk semua jenis perkara. Oleh karena itu, Kapolri menekankan bahwa restorative justice yang dilakukan oleh para agen-agen kepolisian sebagai pelaksana restorative justice berbagai tingkatan harus benar-benar tepat sasaran, dan harus memenuhi syarat.
Maka, untuk benar-benar dilakukan tepat sasaran, Kapolda Agung menghimbau bahwa pelaksanaan restorative justice harus dilakukan langsung oleh Kapolres dan Kapolsek. Jenderal bintang dua tersebut menganggap bahwa pada jajaran tersebutlah, persoalan dapat lebih diketahui secara detail karena langsung bersentuhan dengan masyarakat. Lebih lanjut ia menjelaskan, jajaran Kapolres dan Kapolsek juga harus melihat tidak hanya dari perspektif hukum, tetapi juga dari perspektif sosial. Sehingga, penyelesaian perkara yang dilakukan melalui restorative justice ini memenuhi harapannya agar bisa lebih dirasakan oleh masyarakat.
Umumnya, kasus yang sering diselesaikan dengan metode restorative justice ini adalah kasus yang berkaitan dengan perselisihan dan pencurian. Mantan Asisten Kapolri Bidang Operasi (Asops) tersebut menyampaikan, sebagaimana tertuang dalam aturan Mahkamah Agung (MA), restorative justice bisa dilakukan kepada perkara yang kerugiannya dibawah Rp. 2.500.000.
“Banyak hal-hal yang sifatnya perselisihan, kedua pencurian ringan. Itu juga sudah diatur dalam Mahkamah Agung yang memberikan keputusan bilamana kerugian kurang dari Rp2.500.000 kiranya bisa diselesaikan secara restorative justice,” ujar Kapolda Sumut.
Belakangan diketahui restorative justice tersebut direalisasikan Polres Simalungun. Kapolres Simalungun, AKBP Ronald F.C Sipayung menggelar RJ secara massal. Dalam acara tersebut, terdapat 64 perkara yang didamaikan melalui RJ, di mana korban dan terlapor telah saling memaafkan. Hukuman yang diberikan kepada tersangka adalah kegiatan bakti sosial seperti membersihkan tempat ibadah dan perkantoran. Kapolda Agung sangat mengapresiasi atas kebolehan Polres Simalungun menggunakan restorative justice sebagai solusi dalam menyelesaikan masalah.
“Restorative Justice dipandang sebagai solusi dalam menyelesaikan masalah antara kedua belah pihak dengan cara mediasi,” kata Kapolres Simalungun.
Pilihan Editor: Apa Itu Restorative Justice dan Ketentuan Penerapannya?