Soal Polemik Al Zaytun, SETARA Institute desak Pemerintah Lakukan Ini
Reporter
Eka Yudha Saputra
Editor
Febriyan
Minggu, 25 Juni 2023 11:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - SETARA Institute mengatakan agar pemerintah tidak masuk terlalu dalam pada masalah sesat atau tidaknya ajaran yang dikembangkan di Pondok Pesantren Al Zaytun asuhan Panji Gumilang. Direktur Eksekutif SETARA, Halili Hasan, mengatakan pemerintah tidak boleh meletakkan hukum negara di bawah pandangan dan fatwa lembaga keagamaan tertentu dalam kasus-kasus berdimensi keagamaan.
“Mengenai sesat tidaknya pandangan dan ajaran keagamaan biarlah menjadi domain perdebatan tokoh-tokoh dan lembaga-lembaga keagamaan terkait,” kata Halili Hasan dalam keterangan resminya, Ahad, 25 Juni 2023.
Pernyataan Halili itu untuk menanggapi pernyataan dan Kementerian Agama sebelumnya. Melalui juru bicara, Anna Hasbie, Kemenang menyatakan akan membekukan izin operasional pondok pesantren yang terletak di desa Mekarjaya, kecamatan Gantar, kabupaten Indramayu, provinsi Jawa Barat tersebut jika benar di sana terjadi penyebaran paham keagamaan yang dianggap sesat.
“Jika Al Zaytun melakukan pelanggaran berat, menyebarkan paham keagamaan yang diduga sesat, maka kami bisa membekukan nomor statistik dan tanda daftar pesantren, termasuk izin madrasahnya," kata Anna Jumat lalu, 23 Juni 2023.
Pemerintah diminta melakukan investigasi yang komprehensif
Ketimbang berdebat soal sesat atau tidak paham yang diajarkan Panji Gumilang cs, menurut Halili, pemerintah seharusnya melakukan investigasi yang komprehensif dan adil. Investigasi itu, menurut dia, dalam rangka untuk mengumpulkan bukti bahwa terjadi pelanggaran hukum di pondok pesantren itu.
"Langkah apapun yang akan diambil oleh pemerintah harus berdasarkan bukti-bukti faktual dan berlandaskan pada hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Respons pemerintah mesti diorientasikan pada pengungkapan kebenaran, perlindungan keamanan warga negara dan negara, serta penegakan hukum," kata dia.
Dia menilai investigasi tersebut penting karena bukan kali ini saja pondok pesantren itu terlibat dalam polemik. Diantaranya, kata Halili, adalah soal sinyalemen hubungan Al Zaytun dengan kelompok Negara Islam Indonesia (NII) yang sudah ditetapkan pemerintah sebagai jaringan teroris.
Halili juga menyinggung hasil studi lembaganya. Berdasarkan Studi Human Security dan Security Sector Reform, SETARA Institute mencatat adanya mobilisasi massa pada Pemilu 2004 di pondok pesantren tersebut. Dalam studi itu, Halili menyatakan dugaan keterlibatan TNI karena adanya kendaraan TNI yang bergerak keluar masuk untuk memobilisasi massa di sana.
"Dalam konteks itu, investigasi yang komprehensif akan menjamin terpenuhinya hak publik untuk mengetahui dan mendapat kebenaran," kata dia.
Selanjutnya, pemerintah diminta untuk buktikan tuduhan kepada Al Zaytun
<!--more-->
Kemudian, Halili mendesak pemerintah untuk bertindak adil. Dia meminta pemerintah untuk mengusut tuntas afiliasi pimpinan dan sistem Al Zaytun dengan NII. Selain itu, dugaan pelanggaran-pelanggaran pidana yang dilakukan oleh entitas di dalam Al Zaytun, baik oleh individu maupun badan Al Zaytun sebagai lembaga pendidikan.
“Tindakan negara tidak boleh sekadar untuk memenuhi keinginan dan tuntutan massa,” ujar dia.
Terakhir, Halili mengingatkan kepada pemerintah untuk memperhatikan hak atas pendidikan serta hak atas perlindungan diri, integritas, dan keamanan warga negara, terutama bagi sekitar tujuh ribuan santri dan peserta didik di Pondok Pesantren Al Zaytun.
"Mitigasi dampak dan asesmen kebutuhan harus dilakukan oleh pemerintah, bersamaan dengan investigasi komprehensif dan adil tersebut," kata Halili.
Pesantren Al Zaytun mendapat sorotan publik seiring pernyataan yang disampaikan pengasuhnya Panji Gumilang dan sejumlah isu lainnya. Diantaranya ketika Panji menyatakan bahwa perempuan bisa menjadi khatib Shalat Jumat di pondok pesantrennya. Dia juga memperbolehkan jika jamaah mengambil jarak satu sama lain saat shalat, tidak merapatkan saf.
Polemik ini membuat Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md sampai turun tangan. Mahfud menggelar rapat dengan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, pada Sabtu kemarin, 24 Juni 2023. Seusai rapat, Mahfud menyatakan dugaan adanya tindak pidana di Pondok Pesantren Al Zaytun.