Bareskrim Ungkap Modus TPPO ke Myanmar: Korban Dipaksa Teken Kontrak Berbahasa Cina
Reporter
M Rosseno Aji
Editor
Eko Ari Wibowo
Selasa, 16 Mei 2023 19:04 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse Kriminal Polri menjelaskan modus yang digunakan pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) warga negara Indonesia ke Myanmar. Bareskrim menyebut salah satu modusnya adalah para korban dipaksa untuk menandatangani kontrak kerja berbahasa Cina yang tidak mereka pahami.
“Para korban dieksploitasi, diberikan kontrak kerja namun dalam bahasa Cina dan tidak dimengerti oleh korban,” kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Brigadir Jenderal Djuhandhani Rahardjo Puro, di kantornya, Jakarta, Selasa, 16 Mei 2023.
Korban TPPO yang dimaksud oleh Djuhandhani adalah 20 orang WNI yang diberangkatkan ke Myanmar. Dua orang telah ditetapkan menjadi tersangka perekrut dan pengirim para WNI tersebut, yakni Andri Satria Nugraha dan Anita Setia Dewi. Adapun 20 WNI tersebut telah berhasil dibebaskan dan dalam proses pemulangan ke Indonesia.
Djuhandhani mengatakan mulanya para tersangka merekrut korban dengan tawaran kerja di Thailand. Perkenalan dengan korban dilakukan melalui teman, kerabat maupun media sosial. Dia mengatakan sebelum diberangkatkan, para korban ditampung lebih dulu di sebuah rumah atau apartemen milik pelaku.
Para pelaku, kata Djuhandhani, meminjam bendera perusahaan penempatan pekerja migran di luar negeri. Menurut dia, nama perusahaan tersebut dipinjam untuk mengelabui petugas imigrasi. Dalam dokumen perjalanan, kata dia, para korban hanya dibekali paspor tanpa visa untuk bekerja. Para korban kemudian melakukan wawancara seleksi bohong-bohongan di Thailand. Namun, kemudian melalui jalur darat mereka dipindahkan ke Myanmar. “Mereka diseberangkan ke Myanmar secara ilegal,” kata dia.
Dijanjikan gaji Rp 15 juta
Menurut Djuhandhani, para korban itu awalnya dijanjikan bekerja sebagai marketing online dengan gaji Rp 12 juta sampai Rp 15 juta per bulan. Mereka dijanjikan komisi apabila mencapai target dan dibolehkan pulang setelah 6 bulan bekerja. Mimpi pekerjaan idaman itu tertuang dalam sebuah kontrak yang berbahasa Cina. Meskipun tidak memahami isi kontrak, para buruh migran tetap diharuskan menandatanganinya.
Menurut Djuhandhani, pekerjaan yang dilakukan para WNI pada akhirnya tidak sesuai dengan janji awal. Para WNI dipekerjakan sebagai pelaku penipuan online melalui media sosial seperti Instagram dan Facebook. Para WNI, kata dia, dipekerjakan selama 16 jam hingga 18 jam per hari.
Dia mengatakan para korban juga hanya menerima gaji Rp 3 juta per bulan atau bahkan sama sekali tidak menerima gaji. Menurut dia, apabila tidak mencapai target korban diberikan hukuman berupa pemotongan gaji dan penyiksaan fisik. “Beberapa korban menerima kekerasan berupa pemukulan dan dikurung,” kata dia.
Djuhandhani berkata Bareskrim akan terus menyelidiki kasus ini. Sebab, dia menduga ada pelaku lain yang belum tertangkap. Pelaku tersebut diduga berinisial ER. Dia mengatakan Bareskrim masih mengumpulkan bukti untuk menjerat pelaku lain tersebut. “Kami masih menunggu kepulangan para korban untuk mengumpulkan bukti,” kata dia.
Pilihan Editor: Total Korban TPPO ke Myanmar 25 Orang, Bareskrim: 5 WNI Berhasil Kabur dengan Usaha Sendiri