Komnas HAM: Masalah Eksil 1965 Lebih Luas dari Sekedar Kewarganegaraan

Reporter

M Rosseno Aji

Editor

Febriyan

Jumat, 5 Mei 2023 17:23 WIB

Abdul Haris Semendawai. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Abdul Haris Semendawai mengapresiasi pemerintah yang akan memberikan 3 opsi terkait kewarganegaraan kepada para eksil tragedi 1965. Kendati demikian, dia mengatakan sebetulnya ada sejumlah aspirasi yang belum terakomodasi oleh program pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

“Persoalan eksil ini tidak semata-mata dokumen kewarganegaraan,” kata Abdul Haris saat dihubungi, Kamis, 4 Mei 2023.

Mantan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban itu mengatakan telah berkomunikasi dengan para eksil yang berada di Eropa. Pertemuan itu dihelat di Belanda dan Ceko pada Maret 2023. Dia mengatakan ada sekitar 35 eksil tragedi 1965 yang mengikuti pertemuan tersebut.

Menurut dia, para eksil tersebut sudah berusia 70 tahun ke atas dan hidup bergantung dari uang tunjangan yang diberikan negara tempat tinggal mereka. Dengan usia itu, kata dia, mereka tak mungkin dapat bekerja lagi. Selain itu, para eksil menceritakan juga bergantung fasilitas kesehatan serta tunjangan pensiun dari pemerintah negara yang saat ini mereka tempati.

“Mereka memang masih cinta Indonesia, tapi masalahnya kalau mereka pindah warga negara apakah hak pensiunnya bisa diganti,” tutur dia.

Advertising
Advertising

Menurutnya, persoalan ekonomi dan usia inilah yang menjadi pertimbangan para eksil ketika ditawarkan untuk kembali menjadi warga negara Indonesia.

Pemerintah tawarkan 3 opsi

Pemerintah melalui Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat menawarkan opsi pemulihan hak bagi para korban pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk korban 1965. Para korban tersebut merupakan mahasiswa WNI yang berada di luar negeri saat peristiwa 1965 terjadi. Mereka tidak bisa pulang lantaran dicap sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).

Rapat terbatas yang dihelat Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 2 Mei 2023 membahas secara khusus tentang perkembangan dari upaya pemulihan hak korban tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md seusai rapat menuturkan pemerintah berencana mengumumkan bahwa para eksil 1965 bukanlah pengkhianat negara dan mengakui tentang terjadinya pelanggaran HAM berat masa lalu. Kendati demikian, pemerintah enggan meminta maaf atas kejadian itu.

Sebagai tindak lanjut dari keputusan rapat terbatas itu, Direktorat Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM menggelar rapat pada Kamis, 4 Mei 2023. Kemenkumham mendata ada 30 jumlah eksil yang berada di luar negeri. Rapat itu menghasilkan keputusan bahwa para eksil akan diberikan 3 opsi soal kewarganegaraan. Ketiga opsi tersebut di antaranya, pertama tetap menjadi warga negara asing, kedua ingin kembali menjadi warga negara Indonesia, atau ketiga diberikan kemudahan untuk berkunjung ke Indonesia.

Selanjutnya, para eksil sudah mendengar opsi dari pemerintah, tapi....

<!--more-->

Saat bertemu para eksil di luar negeri, Abdul Haris mengatakan mereka telah mendengar tawaran tersebut. Namun, dia mengatakan para eksil bimbang dengan tawaran pemerintah untuk menjadi warga negara Indonesia lagi. Kebimbangan itu muncul salah satunya soal kepastian mereka mendapatkan tunjangan ekonomi atau tidak.

“Usia mereka tidak mungkin lagi untuk bekerja,” kata Abdul Haris.

Karena kekhawatiran tersebut, dia mengatakan para eksil mengharapkan kemudahan berkunjung ke Indonesia, kendati saat ini mereka menjadi warga negara asing. Selain itu, kata dia, para eksil berharap bahwa tawaran menjadi WNI juga diberikan kepada anak dan cucu mereka.

“Banyak keturunan mereka yang mungkin ingin mengabdikan diri ke Indonesia, mereka minta difasilitasi,” kata dia.

Pemerintah diminta ajukan permohonan maaf

Dia menuturkan para korban tragedi 1965 itu sebenarnya menuntut pemerintah melakukan pengungkapan kebenaran mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada peristiwa tersebut. Sebagian eksil lainnya, menurut Abdul Haris, juga meminta pemerintah untuk meminta maaf.

Tuntutan lain yang disampaikan para korban, kata Abdul Haris ialah mengenai problem hukum dan ekonomi yang mereka hadapi ketika tidak bisa pulang ke Indonesia. Menurut dia, banyak eksil yang kehilangan properti baik tanah maupun rumah karena diserobot oleh orang lain. Para eksil, kata dia, berharap pemerintah bisa memulihkan hak-hak mereka tersebut.

“Mereka mengharapkan itu semua bisa diselesaikan,” kata dia.

Direktur Jenderal HAM Kemenkumham Dhahana Putra mengatakan pemberian opsi tentang kewarganegaraan baru langkah awal yang akan dilakukan pemerintah dalam upaya pemulihan hak para eksil. Menurut dia, pemerintah akan melakukan kajian lebih lanjut untuk menentukan hak-hak para korban yang mesti dipulihkan.

“Masih akan ada kajian lainnya,” kata dia.

Berita terkait

Menteri Hukum: Kemenkumham Dulu Sangat Gemuk, 65 Ribu Lebih Pegawai

21 jam lalu

Menteri Hukum: Kemenkumham Dulu Sangat Gemuk, 65 Ribu Lebih Pegawai

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut Kemenkumham adalah kementerian yang sangat gemuk, sebelum akhirnya dipecah menjadi tiga.

Baca Selengkapnya

Perjalanan Natalius Pigai, dari Juru Parkir hingga Jadi Menteri HAM

23 jam lalu

Perjalanan Natalius Pigai, dari Juru Parkir hingga Jadi Menteri HAM

Di rapat dengar pendapat bersama Komisi XIII DPR, Natalius Pigai menyebut dirinya pernah menjadi juru parkir

Baca Selengkapnya

Baru Dilantik, Menteri HAM Natalius Pigai Minta Anggaran Naik Hingga Rp 20 T, Tak Punya Program 100 Hari Kerja, dan Ajukan Tambah Pegawai

3 hari lalu

Baru Dilantik, Menteri HAM Natalius Pigai Minta Anggaran Naik Hingga Rp 20 T, Tak Punya Program 100 Hari Kerja, dan Ajukan Tambah Pegawai

Natalius Pigai, Menteri HAM yang baru menjabat, langsung memicu sorotan publik dan DPR dengan usulan anggaran fantastis dan lainnya, apa saja?

Baca Selengkapnya

Komnas HAM Usulkan 4 RUU Masuk Prolegnas 2025-2029, Apa Saja?

5 hari lalu

Komnas HAM Usulkan 4 RUU Masuk Prolegnas 2025-2029, Apa Saja?

Komnas HAM menyatakan usulan 4 RUU masuk Prolegnas bisa jadi bahan rekomendasi kepada pemerintah atau pembuat kebijakan.

Baca Selengkapnya

Komnas HAM: Ada Lima Pelanggaran HAM dalam Penembakan 3 Warga Papua oleh Militer

5 hari lalu

Komnas HAM: Ada Lima Pelanggaran HAM dalam Penembakan 3 Warga Papua oleh Militer

Komnas HAM menyatakan tiga warga Papua yang tewas ditembak TNI pada Juli lalu tidak memiliki catatan kriminal

Baca Selengkapnya

Soal Peran Zarof Ricar Sebagai Makelar Kasus Sejak 2012, Mahfud MD: Hakim Sudah Pensiun pun Bisa Diadili

5 hari lalu

Soal Peran Zarof Ricar Sebagai Makelar Kasus Sejak 2012, Mahfud MD: Hakim Sudah Pensiun pun Bisa Diadili

Mahfud MD meminta Kejagung menelusuri seluruh hakim yang pernah berhubungan dengan Zarof Ricar untuk jual beli putusan.

Baca Selengkapnya

4 Jenis SKB CPNS Kemenkumham 2024 untuk Formasi SMA dan Sederajat

5 hari lalu

4 Jenis SKB CPNS Kemenkumham 2024 untuk Formasi SMA dan Sederajat

Bagi peserta seleksi CPNS Kemenkumham 2024 yang melamar pada formasi untuk lulusan SMA dan sederajat akan menghadapi empat jenis SKB. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Mahfud MD Duga Rp 1 Triliun yang Ditemukan di Rumah Zarof Ricar Titipan Hakim Lain

5 hari lalu

Mahfud MD Duga Rp 1 Triliun yang Ditemukan di Rumah Zarof Ricar Titipan Hakim Lain

Uang itu, kata Mahfud MD, mungkin milik hakim-hakim atau orang berperkara yang menitipkan uangnya dan belum sempat disampaikan oleh Zarof Ricar.

Baca Selengkapnya

KKJ Adukan Teror Bom Molotov di Kantor Redaksi Jubi ke Komnas HAM

6 hari lalu

KKJ Adukan Teror Bom Molotov di Kantor Redaksi Jubi ke Komnas HAM

Laporan serangan bom molotov ke kantor redaksi Jubi tidak pernah ditindaklnjuti oleh kepolisian.

Baca Selengkapnya

Alasan Ketua Komnas HAM Sebut Tugas TNI Tak Bertentangan dengan Pemajuan HAM

6 hari lalu

Alasan Ketua Komnas HAM Sebut Tugas TNI Tak Bertentangan dengan Pemajuan HAM

Ini untuk pertama kalinya Komnas HAM dan TNI memiliki nota kesepahaman.

Baca Selengkapnya