Sidang Tragedi Kanjuruhan Dilarang Disiarkan Secara Langsung, Koalisi Masyarakat Sipil Desak KY Lakukan Ini
Kamis, 19 Januari 2023 21:16 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil khawatir pelaksaan sidang kasus Tragedi Kanjuruhan yang tengah berjalan di Pengadilan Negeri Surabayaa saat ini hanya dijadikan sekadar formalitas. Mereka pun meminta Komisi Yudisial (KY) untuk melakukan pengawasan.
Permintaan itu disampaikan saat perwakilan sejumlah anggota Koalisi Masyarakat Sipil mendatangi gedung KY pada hari ini, Kamis, 19 Januari 2023. Kepala Divisi Hukum Kontras, Andi Muhammad Rezaldi, yang ikut dalam pertemuan tersebut menyatakan kekhawatiran mereka berangkat dari pembatasan akses sidang yang dilakukan pihak PN Surabaya.
Dia menilai, pembatasan akses itu berpotensi menyebabkan terjadinya penyalahgunaan wewenang. Sejumlah pembatasan akses itu seperti dilarangnya siaran langsung sidang hingga pembatasan jumlah pengunjung.
"Karena seharusnya masyarakat ataupun kelompok masyarakat sipil lainnya diberikan akses seluasnya untuk melakukan pemantauan, agar tidak terjadi adanya penyalahgunaan wewenang oleh majelis hakim," kata Andi Muhammad Rezaldi, saat dijumpai di Lobby Gedung Komisi Yudisial, Jakarta Pusat.
Persoalkan kehadiran terdakwa secara daring
Merujuk pada KUHAP maupun Undang-undang Kekuasaan Kehakiman, Andi menjelaskan, proses persidangan tersebut harusnya terbuka seluas-luasnya. Dia pun menyoroti keputusan terdakwa tragedi yang menewaskan 135 orang itu tak dihadirkan secara langsung, melainkan hanya secara daring.
"Di proses persidangan mengingat berbagai regulasi yang ada, dan dari segi urgensi memungkinkan untuk para terdakwa hadir di dalam sidang pidana, terlebih lagi sekarang sudah dicabut keputusan berkaitan PPKM oleh pemerintah," kata dia.
Andi pun menyinggung soal pembatasan peserta karena alasan keamanan. Menurut dia, PN Surabaya seharusnya berinisiatif menghadirkan opsi lain pada publik, supaya hak publik dalam pengawasan langsung proses persidangan terpenuhi.
"Pilihan kan ada berbagai macam, ada misalnya kan live delay atau bentuk-bentuk lainnya," sarannya.
Selanjutnya, soal pengacara terdakwa yang berasal dari anggota kepolisian
<!--more-->
Hal lain yang membuat Koalisi Masyarat Sipil mencurigai sidang Tragedi Kanjuruhan hanya sekedar formalitas adalah karena penasehat hukum para terdakwa yang dipilih Majelis Hakim berasal dari anggota kepolisian. Dijelaskan Andi kalau kepolisian bukan merupakan advokat.
"Alasannya sejauh ini kami belum dapatkan informasi ya, tapi kalau pernyataan Humas PN Surabaya segala sesuatu putusan yang dibuat Majelis Hakim itu adalah kewenangan Majelis Hakim,"
"Sedangkan menurut kami, keputusan yang dibuat Majelis Hakim itu diduga melanggar berbagai problem atau peraturan yang ada,"
Karena sejumlah kejanggalan tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil meminta Komisi Yudisial bergerak melakukan pemantauan dan pengawasan secara langsung dari awal hingga akhir.
"Tentunya kami meminta kepada Komisi Yudisial membuat semacam desakan atau dorongan Pengadilan Negeri Surabaya agar proses persidangan pidana yang berjalan dapat diakses seluas-luasnya oleh publik," kata dia.
Lima terdakwa Tragedi Kanjuruhan sudah jalani sidang dakwaan
Lima dari enam terdakwa kasus Tragedi Kanjuruhan telah menjalani sidang perdana pada Senin lalu, 16 Januari 2023. Kelimanya adalah Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, Security Officer Suko Sutrisno, Komandan Kompi 3 Batalyon A Pelopor Sat Brimob Polda Jawa Timur Ajun Komisaris Hasdarmawan, Kabag Ops Polres Malang Komisaris Wahyu Setyo Pranoto, dan Kasat Sampta Polres Malang Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi.
Satu terdakwa lainnya, mantan Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) Akhmad Hadian Lukita akan disidang secara terpisah karena berkasnya belum dinyatakan lengkap. Dia saat ini bahkan telah bebas dari tahanan karena masa penahanannya telah habis.
Selanjutnya, kekecewaan keluarga korban dan penyintas Tragedi Kanjuruhan
<!--more-->
Sebagian besar keluarga korban dan penyintas Tragedi Kanjuruhan memutuskan tak menghadiri sidang perdana tersebut. Pasalnya, mereka kecewa dengan proses hukum kasus ini sejak awal.
Pengacara keluarga korban, Anjar Nawan Yusky, menyatakan mereka kecewa karena para terdakwa hanya dijerat dengan Pasal 359 dan 360 KUHP soal kelalalian yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Menurut dia, unsur kelalaian itu sulit dicerna akal sehat mengingat polisi melepaskan 48 kali tembakan gas air mata ke arah penonton saat tragedi itu terjadi pada 1 Oktober 2022.
“Kalau satu kali dua kali (tembakan) dikatakan lalai okelah, kalau berkali-kali masak dipaksakan dengan pasal kelalaian. Itu yang enggak bisa kami terima sampai sekarang,” kata Anjar.
Selain itu, keluarga korban juga kecewa dengan tindakan penyidik yang tak melakukan rekonstruksi sesuai fakta. Menurut dia, dalam rekonstruksi, tak ada peragaan pelepasan tembakan gas air mata ke arah tribun penonton.
Selain itu, para keluarga korban dan penyintas Tragedi Kanjuruhan juga kecewa karena kinerja polisi dan jaksa yang lambat sehingga menyebabkan Akhmad Hadian Lukita harus dilepas. Terakhir, mereka kecewa karena PN Surabaya tak memperbolehkan sidang tersebut disiarkan secara langsung.