4 Kekecewaan Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Dalam Proses Hukum Kasus Ini
Reporter
Kukuh S. Wibowo
Editor
Febriyan
Selasa, 17 Januari 2023 10:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Mayoritas keluarga korban Tragedi Kanjuruhan tak hadir dalam sidang perdana kasus tersebut di Pengadilan Negeri Surabaya pada Senin kemarin, 16 Januari 2023. Mereka disebut kecewa dengan proses hukum sejak awal.
Kuasa hukum keluarga korban dari tim gabungan Aremania, Anjar Nawan Yusky, menyatakan kliennya sejak awal sudah kecewa dengan proses hukum yang dilakukan oleh Polda Jawa Timur.
Kekecewaan karena polisi hanya menggunakan pasal kelalaian
Pasalnya, menurut dia, para terdakwa hanya dijerat dengan Pasal 359 dan 360 KUHP soal kelalalian yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.
Menurut dia, unsur kelalaian tersebut sulit dicerna akal sehat karena terbukti terjadi 48 kali tembakan gas air mata yang dilepaskan aparat ke kerumununan suporter Arema dalam waktu singkat, hanya berkisar 4-6 menit.
“Kalau satu kali dua kali (tembakan) dikatakan lalai okelah, kalau berkali-kali masak dipaksakan dengan pasal kelalaian. Itu yang enggak bisa kami terima sampai sekarang,” kata Anjar di sela memantau jalannya sidang pertama kasus tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin siang, 16 Januari 2023.
Sebenarnya, kata dia, kuasa hukum korban telah memberi masukan pada jaksa penuntut agar menerapkan pasal 338 tentang Pembunuhan atau Pasal 351, 353 dan 354 tentang Penganiayaan yang mengakibatkan orang mati atau luka. Bisa juga, kata dia, diterapkan pasal-pasal kekerasan terhadap anak yang diatur dalam UU Perlindungan Anak.
Polisi tak merekonstruksi penembakan ke arah tribun
Mereka juga kecewa karena tim penyidik Polda Jawa TImur tak menggambarkan kondisi yang sebenarnya dalam reka ulang yang dilakukan beberapa waktu lalu. Dalam reka ulang itu, tim penyidik tak merekonstruksi peristiwa penembakan gas air mata ke arah tribun stadion.
"Hasilnya, dari 30-an reka ulang adegan, dikatakan tidak ada tembakan gas air mata ke arah tribun. Kami sebelumnya sudah meminta agar dilakukan rekonstruksi ulang." Menurut dia, jaksa sudah mengakomodasi permintaan para korban untuk reka ulang di Stadion Kanjuruhan. Namun hingga berkas lengkap atau P21, penyidik polisi tak kunjung melakukan rekonstruksi ulang.
Selanjutnya, kecewa karena Akhmad Hadian Lukita lepas dari tahanan
<!--more-->
Tak hanya itu, keluarga korban Tragedi Kanjuruhan juga kecewa karena kelambanan polisi dalam penanganan kasus ini sehingga menyebabkan salah satu tersangka yang merupakan mantan Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru, Akhmad Hadian Lukita, harus dilepas dari tahanan. Akhmad Hadian tak ikut disidangkan pada Senin kemarin karena berkasnya hingga saat ini belum lengkap.
Akhmad Hadian Lukita harus dilepas karena masa penahanannya sudah habis pada akhir Desember lalu. Dia ditahan di Polda Jawa Timur sejak 24 Oktober 2022. Hingga saat ini, berkas perkaranya masih belum jelas apakah sudah dinyatakan lengkap atau tidak.
Perihal kekecewaan ini sebenarnya juga sudah mereka sampaikan ke Bareskrim Mabes Polri. Keluarga korban plus penyintas sempat mendatangi Mabes Polri untuk membuat pengaduan baru terkait kasus ini namun ditolak.
Kecewa karena sidang tak diperbolehkan disiarkan secara langsung oleh media
Ihwal jalannya sidang, Anjar menyatakan telah mengusulkan pada jaksa penuntut agar dibolehkan ada siaran langsung melalui televisi. Ia menyayangkan keluarnya edaran dari pihak pengadilan yang membatasi jumlah pengunjung serta pelarangan siaran live, padahal sidangnya terbuka untuk umum.
“Kami memaklumi bila pembatasan itu dilakukan akibat keterbatasan kapasitas ruangan. Tapi seharusnya ada solusi dengan disiarkan langsung oleh teman-teman media. Ingat, yang berkepentingan pada sidang ini 135 keluarga korban meninggal dan 700 lebih korban selamat,” katanya.
Anjar membawa empat keluarga korban tewas dalam sidang kemarin. Tiga keluarga korban berasal dari Malang sementara satu dari Pasuruan.
Keluarga korban dan penyintas siap hadir sebagai saksi
Meskipun mayoritas tak hadir dalam sidang perdana kemarin. Keluarga korban dan penyintas Tragedi Kanjuruhan menyatakan siap hadir jika nantinya majelis hakim memanggil mereka sebagai saksi.
"Sebagai warga negara, kami akan menghadiri sidang," ujar Ketua Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan, Imam Hidayat kepada Tempo Senin kemarin.
Selanjutnya, kilas balik singkat Tragedi Kanjuruhan
<!--more-->
Tragedi Kanjuruhan terjadi usai laga BRI Liga 1 antara Arema FC vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang pada 1 Oktober 2022. Peristiwa tersebut berawal ketika Aremania masuk ke lapangan untuk memberikan dukungan kepada pemain tim kesayangannya pasca kalah.
Polisi merespon aksi Aremania tersebut dengan melepaskan gas air mata secara membabi buta. Tak hanya ke lapangan, tembakan gas air mata juga dilakukan ke arah penonton yang berada di tribun.
Alhasil, ribuan penonton panik dan berdesakan menuju pintu keluar. Sebanyak 135 orang kemudian tewas akibat peristiwa tersebut. Ratusan orang lainnya mengalami luka dengan skala ringan hingga berat.
Dalam penyidikan kasus tersebut, kepolisian hanya menetapkan enam tersangka dengan lima diantaranya telah menjalani sidang perdana. Mereka yang menjalani sidang perdana pada Senin kemarin adalah Hasdarmawan, Mantan Komandan Kompi III Brimob Polda Jawa Timur; Wahyu Setyo Pranoto, mantan Kepala Bagian Operasi Kepolisian Resor Malang; Bambang Sigit Ahmadi, mantan Kepala Satuan Samapta Kepolisian Resor Malang. Mereka didakwa melanggar Pasal 359 KUHP dan/atau Pasal 360 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian orang lain.
Adapun dua terdakwa lainnya, yakni Suko Sutrisno, petugas keamanan; dan Abdul Haris, ketua panitia pelaksana pertandingan, didakwa dengan pasal berlapis, yakni Pasal 359 KHUP dan/atau Pasal 360 KUHP dan/atau Pasal 103 ayat 1 juncto Pasal 52 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam laporan hasil investigasi Tragedi Kanjuruhan menyebutkan terdapat pihak lain yang seharusnya bisa diminta pertanggungjawaban dalam tragedi ini. Meskipun demikian, polisi hingga saat ini masih belum juga menetapkan tersangka tambahan.