MPR Berencana Hadirkan PPHN Lewat Konvensi Ketatanegaraan, Pakar: Tidak Paham Konteks

Reporter

Dewi Nurita

Selasa, 26 Juli 2022 20:00 WIB

Ketua Badan Pengkajian MPR RI Djarot Saiful Hidayat (kedua kiri), Anggota MPR RI Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari (kedua kanan), Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf (kanan) dalam diskusi empat pilar MPR RI dengan tema "Urgensi PPHN Dalam Pembangunan Nasional" di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 13 September 2021. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta -Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari mengaku bingung dengan rencana Majelis Permusyawaratan Rakyat menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) lewat konvensi ketatanegaraan. Sebab, ujar Feri, konvensi jelas-jelas adalah kebiasaan yang tak memiliki kekuatan mengikat penuh sebuah lembaga.

"Konvensi ketatanegaraan itu wujud dari peristiwa yang berulang terjadi dan diakui sebagai tradisi ketatanegaraan, tidak perlu diundangkan. Tetapi juga tradisi itu tidak powerful sampai dapat mengatur lembaga negara lain. Nah, bagaimana bisa PHN itu (hanya) ditradisikan dan mengatur lembaga negara lain? Jadi ide itu terlalu dipaksakan tanpa memahami betul konteks konvensi ketatanegaraan," ujar Feri saat dihubungi, Selasa, 26 Juli 2022.

Menurut Feri, payung hukum PPHN mestinya dibentuk dengan undang-undang agar lebih mengikat. "Bisa sebagai pengganti UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional," tuturnya.

Rapat Gabungan MPR bersama Pimpinan Fraksi dan Kelompok Dewan Perwakilan Daerah kemarin telah menyetujui rencana menghidupkan PPHN tanpa melalui amandemen UUD 1945. Kendati demikian, partai-partai belum sepakat dengan bentuk payung hukum PPHN.

Adapun Badan Pengkajian MPR mengusulkan PPHN dihadirkan lewat konvensi ketatanegaraan. Hal ini serupa dengan penyelenggaraan pidato kenegaraan presiden di hadapan Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPD dan DPR setiap 16 Agustus, yang tidak diatur dalam UUD 1945 dan tidak pula dimandatkan oleh UU, tetapi mengingat urgensinya dapat diterima maka akhirnya menjadi Konvensi Ketatanegaraan.

Payung hukum penyelengaraan Pidato Kenegaraan Presiden 16 Agustus itu adalah Peraturan MPR RI Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Tertib MPR RI. Di dalamnya diatur jenis Keputusan MPR, di antaranya yakni Ketetapan MPR yang berisi pengaturan dan memiliki kekuatan hukum mengikat ke dalam dan ke luar MPR.

"Badan Pengkajian menemukan terobosan ini untuk menghindari adanya amendemen, karena situasi politik hari ini tidak memungkinkan untuk itu. Terobosan itu berpijak pada Pasal 100 ayat (2) di Tatib MPR, bahwa ketetapan MPR dapat dilakukan melalui konvensi ketatanegaraan yang bisa mengikat ke dalam maupun ke luar. Inilah yang tadi laporan dari pada Badan Pengkajian diterima secara bulat oleh rapat gabungan, yang selanjutnya adalah pembentukan panitia Ad Hoc," kata Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, kemarin.

Adapun Fraksi Golkar MPR, partai Bambang sendiri, justru menolak usul PPHN dihadirkan lewat konvensi ketatanegaraan. "Fraksi Partai Golkar MPR RI dengan tegas menolak," ujar Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI, Idris Laena lewat keterangan tertulis, Selasa, 26 Juli 2022.

Musababnya, lanjut Idris, konvensi tidak punya kekuatan hukum yang mengikat, baik terhadap lembaga negara yang lainnya, apalagi untuk mengikat seluruh Warga Negara Indonesia. "Kalau konvensi yang dijadikan contoh adalah pidato presiden di Sidang Tahunan MPR RI 16 Agustus, yang setiap tahun dilaksanakan tanpa diatur konstitusi, tentu saja berbeda, karena pidato tahunan bukan produk hukum," ujar dia.

Lagipula, ujar Idris, payung hukum penyelengaraan Pidato Kenegaran Presiden 16 Agustus, juga hanya diatur dalam Pasal 100 Peraturan MPR RI Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Tertib MPR RI. "Menjadikan Pasal 100 tata tertib MPR sebagai landasan produk hukum PPHN sudah pasti akan menjadi perdebatan panjang di kalangan masyarakat, karena tata tertib masing-masing lembaga hanya mengikat ke dalam Dan bukan bagian dari hirarki perundang-undangan Indonesia. Fraksi Partai Golkar pasti akan menolak wacana menghadirkan PPHN dengan landasan hukum yang mengada-ada dan terkesan dipaksakan," ujar dia.

Fraksi Golkar mengusulkan payung hukum PPHN berlandaskan undang-undang. "Lebih baik UU, karena lebih mengikat sebagai produk hukum dan sekaligus dapat menggantikan UU RPJPM yang akan segera berakhir," tutur Idris.

MPR baru akan melakukan sidang paripurna pengambilan keputusan soal PPHN pada September mendatang. Dalam sidang itu, MPR akan mendengarkan pandangan setiap fraksi dan kelompok DPD, dengan ketentuan jika mayoritas anggota MPR sebagai pemegang hak konstitusi yang hadir dalam paripurna tersebut dapat menerima Rancangan PPHN, maka selanjutnya akan dibentuk Panitia Ad Hoc untuk menggodok payung hukum PPHN.

DEWI NURITA

Baca Juga: Seluruh Fraksi MPR dan DPD Sepakat Terima Laporan tentang PPHN

Berita terkait

Bamsoet Apresiasi IKA Jayabaya, Tetap Eksis Selenggarakan Kegiatan Positif

13 jam lalu

Bamsoet Apresiasi IKA Jayabaya, Tetap Eksis Selenggarakan Kegiatan Positif

Dari kampus Jayabaya telah lahir tokoh-tokoh nasional dan sumberdaya-sumberdaya manusia

Baca Selengkapnya

Ketua MPR Terima Aspirasi APLI tentang Direct Selling di Lokapasar

1 hari lalu

Ketua MPR Terima Aspirasi APLI tentang Direct Selling di Lokapasar

Bamsoet berpendapat keberpihakan terhadap pelaku industri direct selling sangat penting. Ekosistem ini mampu membuka lapangan lebih dari delapan juta tenaga kerja sebagai distributor.

Baca Selengkapnya

Ketua Umum IMI Dukung Adventure Offroad di Kebumen

1 hari lalu

Ketua Umum IMI Dukung Adventure Offroad di Kebumen

Kejuaraan ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan para offroader sehingga mampu menaklukan berbagai lintasan yang berat.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Gibran Ikrar Sumpah Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2024, Pahami Isinya

1 hari lalu

Prabowo dan Gibran Ikrar Sumpah Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2024, Pahami Isinya

Pasca-putusan MK, pasangan Prabowo-Gibrang resmi ditetapkan KPU sebagai pemenang pemilu. Sumpah jabatan mereka akan diikrarkan pada Oktober 2024.

Baca Selengkapnya

Profil Mustika Ratu, Perusahaan Jamu dan Kecantikan yang Didirikan Mooryati Soedibyo

3 hari lalu

Profil Mustika Ratu, Perusahaan Jamu dan Kecantikan yang Didirikan Mooryati Soedibyo

Pendiri Mustika Ratu, Mooryati Soedibyo meninggal dunia dalam usia 96 tahun. Simak profil perusahaan jamu dan kecantikan tersebut berikut ini.

Baca Selengkapnya

Bedah Buku Karya KSAL, Bamsoet Tegaskan Dukung Peningkatan Alutsista

5 hari lalu

Bedah Buku Karya KSAL, Bamsoet Tegaskan Dukung Peningkatan Alutsista

Peningkatan Alutsista sangat diperlukan seturut posisi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.

Baca Selengkapnya

Bamsoet Dukung Gelaran Pecah VW 2024 Dapatkan Rekor MURI

9 hari lalu

Bamsoet Dukung Gelaran Pecah VW 2024 Dapatkan Rekor MURI

Event akan melibatkan berbagai komunitas VW di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Bamsoet Dorong Depinas SOKSI Revitalisasi dan Redinamisasi Organisasi

12 hari lalu

Bamsoet Dorong Depinas SOKSI Revitalisasi dan Redinamisasi Organisasi

Ketua MPR RI sekaligus Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menegaskan, SOKSI di bawah kepemimpinan Ketua Umum (non aktif) Ahmadi Noor Supit siap melakukan revitalisasi dan redinamisasi dalam menghadapi berbagai perubahan dan tantangan yang semakin berat.

Baca Selengkapnya

Parpol hingga Ketua MPR Dorong Rekonsiliasi Nasional seusai Pemilu 2024

12 hari lalu

Parpol hingga Ketua MPR Dorong Rekonsiliasi Nasional seusai Pemilu 2024

Pengamat meyakini Prabowo bisa melakukan rekonsiliasi dengan Megawati.

Baca Selengkapnya

Pro-Kontra atas Keputusan TNI Kembali Gunakan Istilah OPM

12 hari lalu

Pro-Kontra atas Keputusan TNI Kembali Gunakan Istilah OPM

Penyebutan OPM bisa berdampak negatif karena kurang menguntungkan bagi Indonesia di luar negeri.

Baca Selengkapnya