DPR Diminta Tak Gantung Pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi

Rabu, 16 Februari 2022 15:50 WIB

Ketua DPR RI Puan Maharani (tengah) bersama Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin (kiri) dan Rachmat Gobel (kanan) saat memimpin rapat paripurna ke-6 masa persidangan I tahun sidang 2020-2021 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 29 September 2020. DPR juga menetapkan perpanjangan waktu pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi dalam rapat tersebut. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Advokasi Pelindungan Data Pribadi (KA-PDP) mendorong DPR dan pemerintah untuk memastikan kelanjutan proses pembahasan dan pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi. Hingga saat ini belum ada kepastian perihal persetujuan perpanjangan waktu pembahasan padahal parlemen akan segera memasuki masa reses.

“Ada beberapa hal krusial yang mengharuskan Indonesia segera memiliki legislasi PDP, terutama untuk menopang prioritas pengembangan ekonomi digital yang ditekankan oleh pemerintah,” ujar salah satu perwakilan koalisi, Direktur Eksekutif ELSAM Wahyudi Djafar, dalam keterangannya pada Rabu, 16 Februari 2022.

Selain itu, dia melanjutkan, Indonesia perlu menunjukkan kredibilitas dan reputasi yang baik di dalam mengemban amanah Kepresidenan G20. Salah satu topik kunci yang didorong pemerintah Indonesia dalam pertemuan G20 adalah terkait dengan cross border data flows (arus data lintas negara) dan data free flow with trust (arus data bebas dengan kepercayaan).

Pelindungan data pribadi adalah elemen kunci yang menentukan tingkat kepercayaan dalam arus data lintas negara. Namun, dibandingkan dengan negara-negara G20 lainnya, hanya tersisa Indonesia, India, dan Amerika Serikat yang belum memiliki legislasi PDP yang kuat dan komprehensif. “Keberadaan legislasi PDP akan menentukan kesuksesan Kepresidenan Indonesia dalam forum G20.”

Namun, kenyataan yang terjadi adalah proses pembahasan RUU PDP yang terjadi setidaknya sejak Juni 2021 berlangsung alot. “Sejauh ini belum ada titik temu antara pemerintah dan DPR perihal pembentukan Otoritas Pelindungan Data Pribadi,” kata Wahyudi.

Advertising
Advertising

Dalam usulannya, Wahyudi melanjutkan, pemerintah bersikeras untuk membentuk Otoritas PDP di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika, sedangkan mayoritas fraksi di DPR menghendaki Otoritas PDP yang mandiri dan bertanggung jawab kepada presiden. Akibat situasi itu terjadi deadlock di dalam proses pembahasan.

“DPR berpendapat bahwa kejelasan bentuk Otoritas PDP akan menentukan proses pembahasan materi-materi lainnya yang bersinggungan dengan otoritas ini,” katanya.

Sejauh ini Kominfo juga belum menindaklanjutinya dengan komunikasi secara intensif bersama DPR guna mencari bentuk Otoritas PDP ideal. Keberadaan Otoritas PDP ini akan sangat menentukan efektivitas implementasi UU PDP dan memastikan perlakuan yang adil baik terhadap sektor privat maupun publik.

Seperti diketahui, ada banyak kasus pelanggaran PDP yang melibatkan institusi publik, tanpa proses penanganan dan penyelesaian yang akuntabel. Awal tahun 2022 ini saja, Wahyudi berujar, telah mencuat peristiwa kebocoran data di Bank Indonesia, Kementerian Kesehatan, dan Pertamina.

“Hulu tidak adanya penanganan yang tepat terhadap kebocoran data pribadi adalah ketiadaan legislasi PDP yang komprehensif, serta sebuah Otoritas PDP yang kuat dan proaktif,” tutur dia.

Beberapa aturan mulai PP No. 71/2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, Peraturan Menkominfo No. 20/2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik, serta berbagai peraturan perundang-undangan sektoral lainnya memang ada. Namun, keberadaannya belum cukup sebagai rujukan untuk memastikan perlindungan efektif dalam pemrosesan data pribadi warga negara.

Beberapa peraturan perundangan-undangan itu juga masih nihil dari segi beberapa aspek. Misalnya terkait cakupan dasar hukum dalam pemrosesan data pribadi, klasifikasi data pribadi khususnya perlindungan data pribadi sensitif, jaminan perlindungan hak-hak subjek data, juga kejelasan kewajiban pengendali/pemroses data.

“Kondisi tersebut tentunya menjadikan legislasi perlindungan data pribadi yang saat ini berlaku, sulit dikatakan setara atau setidaknya mendekati aturan serupa di negara lain, yang memiliki hukum perlindungan data komprehensif,” katanya.

Sebagai informasi Koalisi Advokasi yang mendorong pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi terdiri dari 29 organisasi masyarakat sipil. Beberapa organisasi yang tersebut ialah ELSAM, AJI Indonesia, PUSKAPA UI, ICJR, LBH Jakarta, Yayasan Tifa, Imparsial, ICW, Perludem, SAFEnet, dan Lakpesdam PBNU.

Baca: PKS Sebut RUU Perlindungan Data Pribadi Mendesak Disahkan

Berita terkait

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

1 jam lalu

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan lima aksi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

Baca Selengkapnya

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

3 jam lalu

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

Gubernur BI Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat sampai akhir tahun ke level Rp 15.800 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

10 jam lalu

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.

Baca Selengkapnya

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

2 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

3 hari lalu

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

3 hari lalu

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.

Baca Selengkapnya

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

4 hari lalu

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

4 hari lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

4 hari lalu

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Baca Selengkapnya

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

5 hari lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya