Sidang Pledoi, Azis Syamsuddin Curhat Jadi Tukang Cuci Mobil di Australia
Reporter
Moh Khory Alfarizi
Editor
Syailendra Persada
Senin, 31 Januari 2022 14:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin, menjalani sidang pledoi atau pembelaan atas kasus dugaan suap yang dilakukannya. Sidang dilakukan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat hari ini Senin, 31 Januari 2021.
Di awal pembacaan nota pembelaannya, Azis menceritakan bagaimana perjuangannya hingga menjadi salah satu pimpinan di DPR. Sebelum menjadi seperti sekarang ini, Azis mengaku pernah menjadi tukang cuci mobil dan loper koran saat menempuh studi S2 finance di Western Sydney University, Australia, pada tahun 1998.
“Perjuangan saya pada saat mengambil gelar master mengalami dinamika dan membentuk karakter saya dimana kita sama-sama ketahui bahwa ekonomi sangat kacau pada 1998,” ujar dia pada Senin, 31 Januari 2022.
Azis menceritakan bahwa pada saat itu pula dia bersama istrinya menanti kelahiran putra bungsunya atau anak keduanya. Dia mengaku harus menghemat biaya dan mencari uang tambahan selama merantau di Negeri Kanguru itu.
“Saya jam 12 malam harus kerja sebagai tukang cuci mobil di pool taksi dan itu saya rasakan selama di Australia. Setelah mencuci dengan gaji 50 dolar per hari, saya juga menjadi loper koran pukul enam pagi, dengan gaji 17 dolar per hari saat itu,” katanya.
Pengalaman itu, kata dia, menempa pribadinya, dan bagaimana dirinya menjalani pahit getirnya kehidupan. “Jadi orang jangan melihat enaknya saja saya sebagai Wakil Ketua DPR, tapi harus melihat perjuangan saya untuk melakukan itu,” kata Azis.
Bahkan, dia juga harus makan sehari sekali untuk mengirit biaya. Azis juga mengajukan diri sebagai orang miskin di sebuah restoran untuk mendapatkan makan sehari sekali mulai pukul 11.00-15.00 waktu setempat. Ia hanya dengan membayar 5 dolar all you can eat. Termasuk juga mengajukan permohonan ke pemerintah setempat untuk bisa bertahan di negara tersebut.
“Orang tua saya juga mendidik untuk selalu harus menjadi orang yang tidak pernah putus asa, tidak pernah berleye-leye dan harus bekerja keras,” katanya lagi.
Sebelumnya Azis menyelesaikan pendidikannya S1-nya di dua perguruan tinggi yakni Fakultas Hukum Universitas Trisakti dan Fakultas Ekonomi di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta pada 1993. Setelah menyelesaikan studi di Australia, Azis juga menyelesaikan program doktor di bidang hukum di Universitas Padjadjaran pada 2007.
Karier pekerjaannya, tahun 1993 pada saat mengerjaan skripsi dia bekerja di perusahaan asuransi internasional. Dia mengaku menawarkan asuransi door to door untuk mendapatkan komisi. Setelah itu berlanjut ke dunia perbankan di bidang tresuri, dia mengikuti program officer develompent bank.
“Tapi saya menyadari bahwa idealisme pada diri saya bukan di dunia bank, yang hanya duduk di depan meja. Dan melanjutkan karier menjadi pengacara di salah satu kantor pengacara di Jakarta, dari magang sampai menjadi manajer partner,” ujar Azis.
Setelah itu, dari beberapa klien dan temannya, Azis disarankan untuk ikut menjadi calon legislatif pada 2004. Dan ditawarkan oleh Partai Golkar, dan dia memutuskan masuk ke dunia politik saat itu. Dia menyadari bahwa dunia politik adalah jati dirinya yang sebenarnya.
“Dapat mengaktualisasikan diri, berkontribusi, dan Insyaallah yang saya lakukan ikhlas dan dapat bermanfaat bagi msayarakat luas,” katanya.
Azis saat ini menjadi terdakwa kasus dugaan suap terhadap bekas penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju. Duit suap sebesar Rp 3,1 miliar itu ditengarai untuk mengurus penanganan perkara suap Dana Alokasi Khusus (DAK) Lampung Tengah.
Kuasa hukum mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa, Muhammad Yunus mengatakan Azis melalui Aliza Gunado, kolega Azis di Partai Golkar mendapat uang Rp 2 miliar sebagai bentuk komitmen atas pengucuran DAK Lampung Tengah tahun 2017.
Azis menghubungi Robin pada Agustus 2020 dan meminta tolong mengurus penanganan kasus dugaan suap DAK Lampung Tengah. Robin lantas menghubungi pengacara Maskur Husain untuk mengawal dan mengurus perkara itu. Setelah itu, Maskur menyampaikan kepada Azis dan Aliza agar masing-masing dari mereka menyiapkan Rp 2 miliar. Azis lantas mentransfer uang senilai Rp 200 juta dari rekening pribadinya ke rekening Maskur secara bertahap.
Atas perbuatannya tersebut Azis Syamsuddin dinyatakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca juga: MAKI Hargai Azis Syamsuddin yang Dituntut 4 Tahun 2 Bulan