Universitas Sambut Kampus Merdeka dengan Buka Program Studi Baru
Reporter
Dewi Nurita
Editor
Aditya Budiman
Rabu, 24 November 2021 09:17 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah perguruan tinggi menyambut hangat kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka dengan membuka berbagai program studi baru. "Setiap pekan selalu ada izin program studi baru," ujar pelaksana tugas (Plt) Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Nizam, saat dihubungi Tempo pada Ahad, 21 November 2021.
Statistik Pangkalan Data Pendidikan Tinggi pada 2020 menunjukkan jumlah program studi secara nasional sebanyak 29.413 program yang tersebar di seluruh kampus di Indonesia. Jumlah itu meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 28.879 program studi. PDDikti belum merilis rekap data untuk 2021 namun jumlahnya dipastikan terus meningkat setelah pemerintah meluncurkan program Kampus Merdeka.
Kebijakan yang diluncurkan pada awal 2020 itu mempermudah kampus membuka program studi baru. Kemendikbudristek memberikan otonomi kepada perguruan tinggi negeri dan swasta membuka Prodi baru jika telah memiliki akreditasi A atau B dan telah bekerja sama dengan organisasi dan atau universitas yang masuk dalam QS Top 100 World Universities. Pengecualian berlaku untuk Prodi kesehatan dan pendidikan.
Institut Pertanian Bogor (IPB) merupakan salah satu kampus yang paling awal merespons kebijakan Kampus Merdeka dengan membuka program studi baru Statistika dan Sains Data mulai tahun Akademik 2020/2021.
Rektor IPB Arif Satria mengungkapkan pembukaan program studi tersebut sangat penting sebagai bentuk antisipasi IPB terhadap perkembangan ilmu saat ini dan ke depan. "Dunia industri, bisnis, dan riset di berbagai bidang sekarang sangat membutuhkan dukungan big data dan sains data," ujar Arif seperti dikutip dari laman resmi IPB.
Adapun Universitas Negeri Surabaya, tahun ini juga membuka Prodi baru Bisnis Digital. Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unesa, Hujjatullah Fazlurrahman, mengatakan Prodi Bisnis Digital merupakan gabungan dari Prodi Manajemen, Teknik Informatika dan Sistem Informatika. Ia menyebut hadirnya program studi baru tersebut didasarkan pada kebutuhan di lapangan.
Menurutnya, secara eksternal, wirausaha yang bisa bertahan era sekarang adalah yang dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman. Salah satu bentuk adaptasi itu ialah siap bertransformasi dari bisnis sistem konvensional ke sistem digital.
“Usaha atau bisnis yang bisa bertahan yakni yang dapat memanfaatkan perangkat digital atau bisnis berbasis digital. Kalau tidak, rawan tergerus dan tak bisa bersaing,” ujar Fazlurrahman Juni lalu.
<!--more-->
Lewat program baru tersebut, Unesa memproyeksikan lulusannya bisa menjadi wirausahawan muda yang terampil di bidang bisnis digital dan analisis manajemen bisnis digital. Sesuai dengan program Kampus Merdeka, mahasiswa Prodi anyar itu akan ditempatkan magang di startup digital sehingga diharapkan siap terjun ke dunia usaha setelah lulus.
Universitas Sumatera Utara juga menyambut program Kampus Merdeka melalui pembukaan Prodi Magister Sains Data dan Kecerdasan Buatan. Selain itu, USU juga berencana membuka Prodi Kelapa Sawit.
Mulai semester ganjil tahun ajaran 2021/2022, Universitas Syiah Kuala ikut membuka program studi baru Magister Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence.
Sedangkan Universitas Pendidikan Indonesia membuka program studi serupa, seperti Mekatronika dan Kecerdasan Buatan di Kampus Purwakarta untuk jenjang S1. Dengan demikian, saat ini sudah ada empat program studi kecerdasan buatan di Indonesia. Sebelumnya, Prodi Teknik Robotika dan Kecerdasan Buatan (S1) hanya ada di Universitas Airlangga.
Plt Dirjen Dikti, Nizam mengatakan, sumber daya manusia di bidang digital memang merupakan salah satu yang paling dibutuhkan saat ini. Ahli-ahli di bidang machine learning, artificial intelligence (AI), internet of things (IoT), dan berbagai ilmu baru lainnya sangat dibutuhkan industri. Sementara itu, jumlah Prodi tersebut masih minim di perguruan tinggi.
"Kalau kita melihat kebutuhan tersebut, maka kita akan membuka Prodi itu. Kita baru membuka Prodi AI misalnya hari ini, empat tahun yang akan datang, mungkin kita baru meluluskan 40 sampai 50 angkatan pertama," kata Nizam, Rabu, 10 November 2021.
Padahal, kata Nizam, kebutuhan SDM di bidang AI secara global bisa mencapai 600 ribu sampai satu juta setiap tahunnya. Untuk menyiasati kebutuhan tersebut, sementara ini Kemendikbudristek membuat program kredensial mikro yang memberikan keleluasaan kepada mahasiswa untuk bisa belajar di luar kampus.
"Melalui Kampus Merdeka ini kita coba bajak. Kita shortcut, mahasiswa dari Prodi mana pun melalui mikro kredensial, selama satu semester bisa full belajar AI, machine learning, programming," tutur dia.
Statistik Pangkalan Data Pendidikan Tinggi 2020 menunjukkan berdasarkan sebaran dari setiap program studi di Indonesia, bidang ilmu terbanyak secara nasional saat ini adalah pendidikan.
Sementara program studi dengan jumlah mahasiswa terbanyak pada jenjang sarjana adalah manajemen dengan jumlah mahasiswa sebanyak 956.563. Disusul pendidikan guru sekolah dasar atau PGSD sebanyak 441.098 mahasiswa, akuntansi sebanyak 395.255 mahasiswa, ilmu hukum 338.573, dan teknik informatika 257.938 mahasiswa.
<!--more-->
Menurut Nizam, ke depan relevansi antara pendidikan tinggi dan kebutuhan zaman menjadi kunci penting. Kampus harus membekali sarjana-sarjana yang lulus untuk siap memasuki dunia profesi atau menciptakan lapangan pekerjaan.
"Di Indonesia ini ada 8,7 juta mahasiswa. Setiap tahun, sekitar 1,7 juta sarjana yang lulus. Kalau 1,7 juta tadi menjadi SDM yang unggul, kreatif, dan inovatif, ini akan membawa kemajuan pada pertumbuhan ekonomi. Tapi kalau menjadi pengangguran intelektual, maka dampaknya itu akan sangat membahayakan. Kita akan terjebak sebagai negara berpenghasilan menengah," ujar Nizam.
Rektor Universitas Yarsi Fasli Jalal mengatakan program Kampus Merdeka ini sangat memudahkan kampus dalam membuka Prodi baru yang spesifik sesuai dengan kebutuhan industri dan pasar.
Syarat membuka Prodi baru sudah lebih ringan, yaitu dari enam dosen menjadi lima dosen. Sebanyak lima orang itu bisa terdiri dari tiga dosen tetap dan dua dosen dari luar perguruan tinggi pengusul dengan memperhitungkan full time equivalent tugas mengajar.
Namun, ujar Fasli, kekurangannya saat ini belum ada panduan yang jelas untuk mengusulkan izin program studi yang spesifik sesuai dengan kebutuhan terbaru di dunia usaha dan dunia industri tadi.
"Seperti yang disebutkan Dirjen Dikti, diperlukan ahli
artificial intelligence, yang seakan-akan membutuhkan S1 baru karena kebutuhan yang sangat cepat, tapi ternyata prosedurnya belum ada. Apakah bisa dijawab dengan mikro kredensial saja? Kalau bisa, itu saja yang diperkenalkan betul, jadi tidak usah kita main di S1, tapi bermain di mikro kredensial," ujar Fasli.
Masalah lainnya, ujar Fasli, masih terdapat kekakuan dalam mewajibkan liniearitas penyediaan sumber daya manusia yang mampu mengampu Prodi. "Ini yang sering membuat kami terperangkap dan gagal mengusulkan," ujarnya.
Ia mencontohkan ada dosen yang program magister dan doktoralnya sesuai dengan mata kuliah yang akan diampu namun karena gelar sarjananya tidak linier dianggap tidak memenuhi syarat.
"Ada lagi dosen yang tidak melewati program magister karena terpilih langsung mengikuti program PhD selama 4 tahun. Ini juga menjadi masalah karena enggak ada masternya. Nah, aturan-aturan ini juga harus di-review agar tercipta sistem yang lebih fleksibel dan nyaman untuk kita semua," tuturnya ihwal pembentukan program studi baru dalam kebijakan Kampus Merdeka.
Baca juga: Kampus Merdeka: Ideal Secara Konsep, Beban Bagi Program Studi
DEWI NURITA