Riset CISDI: Mayoritas Perokok Tetap Merokok Meski Ekonomi Sulit saat Pandemi
Reporter
Tempo.co
Editor
Syailendra Persada
Sabtu, 28 Agustus 2021 15:53 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Riset Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menunjukkan mayoritas responden tetap merokok meski sedang dalam kondisi kesulitan ekonomi akibat pandemi.
"Riset ini bertujuan mengetahui kaitan antara dampak pandemi dengan perilaku merokok selama 10 bulan pandemi Covid-19 di Indonesia," kata Manajer Riset CISDI, Adriana Bella, lewat keterangan tertulis yang diterima pada Sabtu, 28 Agustus 2021.
Penelitian yang melibatkan 1.082 responden ini menunjukkan 29 persen orang mengaku tetap merokok setelah 10 bulan melewati masa pandemi. CISDI memasukkan kelompok ini sebagai persistent current smoker atau perokok aktif persisten.
Angka ini jauh lebih besar besar dibandingkan kelompok yang berhenti merokok yaitu 1,4 persen, kemudian baru merokok 0,3 persen, ataupun perokok yang kembali merokok setelah pandemi yaitu 0,4 perse.
Dengan kata lain, Andriana mengatakan tidak banyak terjadi perubahan status merokok setelah 10 bulan pandemi di Indonesia.
Perokok aktif persisten dalam survei ini diidentifikasi 40 persen mengalami pengurangan waktu kerja dan 77 persen mengalami kesulitan finansial.
CISDI mencatat mayoritas perokok aktif persisten ternyata tidak mengubah perilaku merokok dari segi jumlah batang rokok yang dikonsumsi, pengeluaran untuk membeli rokok, hingga harga rokok yang dibeli.
"Mayoritas perokok aktif persisten ini dikategorikan sebagai ‘perokok adiktif’ yang kurang responsif terhadap perubahan kondisi ekonomi," kata Andriana.
Di sisi lain, mayoritas kedua dari respons perokok aktif persisten masuk ke dalam kategori ‘perokok rasional’ yang merespons perubahan kondisi ekonomi. Caranya, dengan mengurangi jumlah batang rokok yang dikonsumsi, mengurangi pengeluaran untuk membeli rokok, ataupun mengganti harga rokok yang dibeli dengan yang lebih murah.
Hasil analisis CISDI menunjukkan perubahan perilaku merokok kelompok perokok
‘rasional’ ini berhubungan dengan tekanan finansial, pengurangan jam kerja, dan aturan pembatasan sosial selama pandemi.
Berdasarkan temuan dan paparan survei ini, CISDI merekomendasikan pemerintah perlu mendorong kenaikan cukai rokok. Perokok yang rasional dan berasal dari kelompok ekonomi rendah lebih sensitif terhadap perubahan harga. "Pemerintah perlu memanfaatkan peluang ini untuk menaikkan harga rokok dengan menaikkan tarif cukai," tulis CISDI dalam keterangan tertulisnya.
Baca juga: Survei CISDI: 1 dari 4 Perokok Aktif Beralih ke Rokok Lebih Murah Selama Pandemi