Serangan Balik KPK ke Ombudsman di Perkara TWK
Reporter
Tempo.co
Editor
Aditya Budiman
Jumat, 6 Agustus 2021 06:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Polemik tentang tes wawasan kebangsaan (TWK) belum usai. Kali ini melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Ombudsman. TWK merupakan cara pimpinan KPK mengubah status pegawai menjadi ASN yang merupakan dampak dari revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Terbaru, KPK menolak melaksanakan rekomendasi Ombudsman dan balik menganggap lembaga tersebut melanggar konstitusi. Tempo merangkum kembali sejumlah fakta tersebut ihwal permasalahan TWK. Berikut rangkumannya:
Temuan Ombudsman
Awalnya pada Juli 2021, Ombudsman menyatakan ada penyimpangan prosedur, penyalahgunaan kekuasaan, dan maladministrasi dalam proses tes wawasan kebangsaan pegawai KPK. Ombudsman lantas meminta KPK dan BKN melakukan sejumlah tindakan korektif, salah satunya dengan menetapkan 75 pegawai KPK yang tak lolos tes menjadi aparatur sipil negara.
"Kami sangat berharap, pimpinan KPK dan BKN kan bukan warga negara biasa, mereka negarawan. Sebagai negarawan ketaatan terhadap aturan pasti tinggi, mestinya begitu," kata Anggota Ombudsman Republik Indonesia Robert Na Endi Jaweng, Jumat, 23 Juli 2021.
KPK Keberatan
Akan tetapi, KPK menolak untuk melaksanakan tindakan korektif yang diminta Ombudsman RI. KPK menyatakan tindakan korektif yang disampaikan Ombudsman melanggar aturan dan melampaui wewenang.
“Dengan ini terlapor menyatakan keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disampaikan Ombudsman RI ke KPK,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis, 5 Agustus 2021.
13 Poin Keberatan
KPK menyatakan 13 poin keberatan terhadap permintaan Ombudsman. Salah satunya, KPK menilai Ombudsman tidak punya wewenang memeriksa proses pembentukan Peraturan KPK yang mengatur alih status pegawai. Menurut KPK, yang memiliki wewenang memeriksa aturan itu secara formil maupun materil adalah Mahkamah Agung.
Selain itu, KPK juga menyatakan keberatan melakukan tindakan korektif yang diminta Ombudsman RI dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan. Salah satu alasannya, KPK menilai urusan alih status pegawai adalah urusan internal.
"Kepegawaian itu urusan internal, sementara pelayanan publik adalah produk dari lembaga. Tapi mulai dari rekrutmen, menaikkan pangkat, penggajian adalah urusan kepegawaian organisasi,” kata Nurul Ghufron.
Tuding Ombudsman Langgar Konstitusi
KPK juga menuding Ombudsman melanggar konstitusi karena memeriksa laporan mengenai tes wawasan kebangsaan itu. “Pokok perkara yang diperiksa Ombudsman merupakan pengujian keabsahan formil pembentukan aturan yang merupakan kompetensi absolut Mahkamah Agung,” kata Nurul Ghufron.
<!--more-->
Ghufron mengatakan Undang-Undang Dasar Pasal 24 menyebut bahwa MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangan di bawah Undang-Undang dan wewenang lainnya. Artinya, kata dia, MA yang memiliki wewenang untuk menguji aturan baik secara formil maupun materil.
Sedang Diuji Pengadilan
Selain itu, Ghufron berujar bahwa pembentukan Peraturan KPK tentang alih status pegawai juga sedang diperkarakan di pengadilan. Dia menganggap Ombudsman melakukan pemeriksaan secara bersamaan dengan yang sedang dilakukan pengadilan.
“Ada lembaga yang kemudian ikut memeriksa, ikut bersama-sama melakukan pemeriksaan atau bahkan mendahuluinya harus dipandang sebagai melanggar konstitusi,” kata dia.
Ombudsman Dituding Maladministrasi
Tak hanya itu, KPK juga balik menuding Ombudsman melakukan maladministrasi dalam pemeriksaan laporan TWK. Nurul Ghufron mengatakan laporan pemeriksaan Ombudsman dihasilkan dari proses yang maladministratif.
Itu yang menjadi salah satu alasan KPK keberatan melaksanakan tindakan korektif Ombudsman. “Rapat harmonisasi yang dihadiri atasan yang kemudian dinyatakan maladministrasi oleh Ombudsman, ternyata dilaksanakan juga oleh Ombudsman,” kata Ghufron di kantornya, Kamis, 5 Agustus 2021.
Ghufron mengatakan dimintai klarifikasi oleh komisioner Ombudsman Robert Na Endi Jaweng pada 3 Juni 2021. Padahal, menurut Ghufron, berdasarkan Undang-Undang Ombudsman, pemeriksaan itu seharusnya dilakukan oleh Deputi Keasistenan Bidang Pemeriksaan Ombudsman. “Maka kalau konsisten, pemeriksaan ini juga dilakukan secara maladministrasi,” ujar pimpinan KPK Ghufron.
Baca juga: Pemerintah hingga Kepolisian Paling Banyak Dilaporkan Publik ke Ombudsman
FAJAR PEBRIANTO | ROSSENO AJI