Pegawai Setor Bukti Baru Pelanggaran Etik TWK ke Dewan Pengawas KPK

Reporter

M Rosseno Aji

Rabu, 28 Juli 2021 20:02 WIB

Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi di KPK, Sujanarko (kiri) didampingi Penyidik senior KPK Novel Baswedan menunjukkan surat pelaporan pada awak media di Kantor Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Gedung KPK lama, Kuningan, Jakarta, Senin, 17 Mei 2021. Perwakilan 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan akibat tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) tersebut melaporkan Dewas KPK Indriyanto Seno Adji. TEMPO/Muhammad Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menyerahkan bukti tambahan dugaan pelanggaran kode etik dalam penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan (TWK). Bukti diserahkan setelah Dewan Pengawas KPK menyatakan kasus itu tidak cukup bukti.

“Pegawai memiliki dua alasan kuat untuk memberikan bukti tambahan ke Dewas,” kata perwakilan pegawai, Hotman Tambunan, lewat keterangan tertulis, Rabu, 28 Juli 2021.

Hotman mengatakan alasan pertama adalah dugaan perbuatan pimpinan KPK yang dicermati oleh Dewas dalam laporan pertama, bukan yang dimaksud oleh pegawai. Alasan kedua, adanya temuan Ombudsman RI soal pelanggaran prosedur dan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan TWK.

Hotman menambahkan pegawai memberikan bukti baru berupa dokumen rapat. Dia mengatakan dalam bukti itu Ketua KPK Firli Bahuri secara jelas menyatakan bahwa TWK tidak berakibat lulus atau tidak lulus. “Kami memberikan bukti keberadaan rapat tersebut,” kata Hotman.

Sebelumnya, Dewas menghentikan pemeriksaan pelanggaran etik dalam pelaksanaan TWK. Dewas beralasan tidak menemukan cukup bukti. Salah satu pertimbangan Dewas adalah Firli Bahuri cs tidak terbukti menyelundupkan pasal TWK. Selain itu, Dewas menyatakan juga tak menemukan rekaman tentang pernyataan Firli yang menyebutkan tidak ada lulus dan tidak lulus dalam TWK.

Advertising
Advertising

Hotman mengatakan Dewan Pengawas KPK wajib memeriksa bukti tambahan yang disetorkan pegawai. Menurut dia, hal itu sesuai Pasal 5 ayat (1) dan (2) Peraturan Dewas KPK Nomor 3 Tahun 2020 tentang tata cara pemeriksaan dan pelanggaran kode etik. Pasal itu tidak mengatur soal konsekuensi dari dihentikannya pemeriksaan pendahuluan. Dengan begitu, kata dia, pemeriksaan kasus ini bisa dibuka kembali.

“Dengan demikian kami menganggap bahwa laporan aduan tertanggal 18 Mei 2021 dengan tambahan data dan informasi tertanggal 16 Juni 2021, masih bisa dibuka pemeriksaannya dengan pemberian bukti-bukti baru, untuk mencukupkan bukti dugaan pelanggaran dimaksud dan dilanjutkan ke sidang etik,” kata Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Antikorupsi KPK nonaktif ini.

Baca juga: Temuan Ombudsman Mengkonfirmasi Soal Dugaan Penyisipan Pasal TWK

Berita terkait

9 Mantan Komisioner KPK Kirim Surat ke Jokowi soal Kriteria Pansel KPK

1 jam lalu

9 Mantan Komisioner KPK Kirim Surat ke Jokowi soal Kriteria Pansel KPK

Pemilihan Pansel KPK patut menjadi perhatian karena mereka bertugas mencari figur-figur komisioner dan Dewan Pengawas KPK mendatang.

Baca Selengkapnya

Pansel KPK Tuai Perhatian dari Sejumlah Kalangan, Istana dan DPR Beri Respons

2 jam lalu

Pansel KPK Tuai Perhatian dari Sejumlah Kalangan, Istana dan DPR Beri Respons

Pembentukan Pansel Capim KPK menuai perhatian dari sejumlah kalangan. Pihak Istana dan DPR beri respons ini.

Baca Selengkapnya

Penjelasan Istri Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta soal Pinjaman Rp 7 Miliar yang jadi Polemik

4 jam lalu

Penjelasan Istri Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta soal Pinjaman Rp 7 Miliar yang jadi Polemik

Margaret Christina Yudhi Handayani Rampalodji, istri bekas Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean menjelaskan asal-usul Rp 7 miliar.

Baca Selengkapnya

Penyitaan Rumah dalam Kasus Korupsi, Terbaru Rumah Syahrul Yasin Limpo dan Tamron Raja Timah Bangka

4 jam lalu

Penyitaan Rumah dalam Kasus Korupsi, Terbaru Rumah Syahrul Yasin Limpo dan Tamron Raja Timah Bangka

Penyitaan rumah dalam dugaan kasus korupsi Syahrul Yasin Limpo dan Tamron Raja Timah Bangka. Apa landasan penyitaan aset tersangka korupsi?

Baca Selengkapnya

2 Selebritas Windy Idol dan Nayunda Nabila Diperiksa KPK, Tersangkut Kasus Korupsi Siapa?

6 jam lalu

2 Selebritas Windy Idol dan Nayunda Nabila Diperiksa KPK, Tersangkut Kasus Korupsi Siapa?

Windy Idol dan Nayunda Nabila Nizrinah terseret dalam dugaan kasus korupsi yang berbeda hingga diperiksa KPK. Apa sangkut pautnya?

Baca Selengkapnya

Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Diseret Urusan PT Cipta Mitra Agro, Pengacara: Itu Bisnis Istrinya

7 jam lalu

Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Diseret Urusan PT Cipta Mitra Agro, Pengacara: Itu Bisnis Istrinya

Pengacara eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy merasa heran kliennya diseret dalam kasus yang melibatkan perusahaan sang istri.

Baca Selengkapnya

KPK Periksa Kepala Bea Cukai Purwakarta Senin Mendatang soal LHKPN yang Janggal

17 jam lalu

KPK Periksa Kepala Bea Cukai Purwakarta Senin Mendatang soal LHKPN yang Janggal

KPK menjadwalkan pemanggilan Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean pada Senin pekan depan.

Baca Selengkapnya

Istana Klaim Jokowi Hormati Masukan Masyarakat dalam Pembentukan Pansel KPK

17 jam lalu

Istana Klaim Jokowi Hormati Masukan Masyarakat dalam Pembentukan Pansel KPK

Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan, nama-nama bakal calon pansel KPK masih dalam proses penggodokan.

Baca Selengkapnya

Terkini: Jokowi dan Sri Mulyani Rapat Pembatasan Impor, Sertifikat Tanah di Bekasi Beralih ke Elektronik

20 jam lalu

Terkini: Jokowi dan Sri Mulyani Rapat Pembatasan Impor, Sertifikat Tanah di Bekasi Beralih ke Elektronik

Berita terkini bisnis: Presiden Jokowi dan Sri Mulyani rapat membahas pembatasan impor, sertifikat tanah di Kabupaten Bekasi beralih ke elektronik.

Baca Selengkapnya

Kelakuan SYL saat Jadi Mentan: Palak Rp 1 Miliar untuk Umrah Sekeluarga Sampai Beli Keris Rp 105 Juta

20 jam lalu

Kelakuan SYL saat Jadi Mentan: Palak Rp 1 Miliar untuk Umrah Sekeluarga Sampai Beli Keris Rp 105 Juta

Fakta Terbaru Sidang Syahrul Yasin Limpo (SYL), di antaranya pejabat Kementan diminta Rp 1 miliar

Baca Selengkapnya